Friday, February 24, 2023

BHSF 201 - 300

 (201) Aku ingin menyembunyikan diriku sedemikian rupa sehingga tidak ada satu makhluk pun yang dapat mengetahui hatiku. Yesus, hanya Engkau yang mengetahui hatiku dan memilikinya seluruhnya dan seutuhnya. Tidak seorang pun mengetahui rahasia kita. Kita mengenal satu sama lain dengan satu tatapan. Sejak saat kita mulai mengenal satu sama lain, aku telah menjadi bahagia. Keagungan-Ku memenuhi hati-Ku. O Yesus, ketika aku berada di tempat yang paling bawah, yang lebih rendah daripada para postulan, juga yang paling muda di antara mereka, aku merasa bahwa aku berada di tempat yang tepat. Aku tidak tahu bahwa Tuhan telah menempatkan begitu banyak kebahagiaan di sudut-sudut kecil yang tak mencolok ini. Kini, aku paham bahkan di dalam penjara pun, dari hati yang murni dapat memancar kepenuhan cinta akan Dikau, o Tuhan! Bagi cinta yang murni, hal-hal lahiriah tidak ada artinya; cinta yang murni menembus semua itu. Entah pintu penjara entah gerbang surga tidak cukup kuat untuk menghentikannya. Cinta mencapai Allah sendiri, dan tidak ada suatupun yang dapat memadamkannya. Ia tidak mengenal rintangan; ia bebas seperti seorang ratu; ia bebas melintasi segala tempat. Kematian sendiri pun harus menundukkan kepada di hadapannya....


(202) Hari ini, saudariku datang mengunjungi aku. Ketika ia menyampaikan kepadaku rencana-rencananya, aku merasa ngeri. Bagaimana hal seperti itu bisa terjadi? Jiwa mungil yang begitu elok di hadapan Tuhan, sudah diliputi oleh kegelapan yang pekat, dan ia tidak tahu bagaimana menolong dirinya sendiri. Ia memiliki pandangan yang gelap tentang segala sesuatu. Allah yang mahabaik mempercayakan dia kepada rawatanku, dan selama dua pekan aku dapat bekerja bersama dia. Tetapi, betapa banyaknya pengurbanan yang harus kutanggung karena jiwa ini. Tidak satu jiwa pun yang aku bela dengan sedemikian banyak pengurbanan dan penderitaan serta doa di hadapan takhta Allah seperti yang kulakukan bagi jiwa ini. Aku merasa bahwa aku telah memaksa Allah untuk memberikan rahmat kepadanya. Ketika aku merenungkan semua ini, aku tahu bahwa itu sungguh suatu mukjizat. Kini, aku dapat melihat betapa besarnya kekuatan doa pengantaraan di hadapan Allah.

(203) Kini, selama Masa Prapaskah ini, aku sering mengalami sengsara Tuhan di dalam tubuhku sendiri. Aku mengalami sungguh-sungguh di dalam hatiku semua yang diderita Yesus meskipun tidak ada tanda-tanda lahiriah yang mengungkapkan penderitaan-penderitaanku. Hanya bapak pengakuanku yang tahu mengenai semua ini.

(204) Suatu percakapan singkat dengan Muder Pembimbing. Ketika aku bertanya kepadanya mengenai beberapa hal khusus sehubungan dengan perkembangan hidup rohani, Muder yang suci ini menjawab segala sesuatu dengan sangat jelas. Ia berkata kepadaku, “Kalau Suster terus bekerja sama dengan rahmat Allah dengan cara ini, maka tinggal satu langkah lagi Suster mencapai kesatuan mesra dengan Allah. Suster tahu yang aku maksud dengan ini? Ini berarti bahwa yang menjadi ciri khas Suster haruslah kesetiaan kepada rahmat Tuhan. Tidak semua jiwa dituntun Allah meniti jalan seperti ini.”

(205) Kebangkitan. Hari ini, dalam [Misa] Kebangkitan, aku melihat Tuhan Yesus di tengah cahaya yang gilang gemilang. Ia mendekati aku dan berkata, “Damai sertamu, anak-anak-Ku.” Lalu, Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati [kami]. Luka-luka pada tangan, kaki dan lambung-Nya tampak jelas dan bercahaya. Ketika Ia memandang aku dengan penuh kasih sayang dan cinta yang sedemikian mesra, seluruh jiwaku terbenam di dalam Dia. Dan, Ia berkata kepadaku, “Engkau telah ambil bagian begitu besar dalam Sengsara-Ku; oleh karena itu, sekarang Aku memberimu bagian yang besar dalam sukacita dan kemuliaan-Ku.” Seluruh [Misa] Kebangkitan rasanya hanya satu menit bagiku. Suatu perenungan yang menakjubkan memenuhi jiwaku dan berlangsung selama seluruh hari raya Paskah. Kebaikan Yesus sedemikian besar sampai tidak dapat diungkapkan.

(206) Hari berikutnya, sesudah komuni, aku mendengar suara yang berkata, “Putri-Ku, pandanglah lubuk kerahiman-Ku dan pujilah serta muliakanlah kerahiman-Ku ini. Lakukanlah begini: Himpunlah semua orang berdosa dari seluruh dunia dan benamkanlah mereka di dalam lubuk kerahiman-Ku. Aku akan memberikan diri-Ku sendiri kepada jiwa-jiwa itu; Aku mendambakan jiwa-jiwa itu, hai Putri-Ku. Pada hari pesta-Ku, Pesta Kerahiman, engkau harus menjelajah seluruh dunia dan membawa jiwa-jiwa yang layu ke mata air kerahiman-Ku. Aku akan menyembuhkan dan menguatkan mereka.”

(207) Hari ini, aku berdoa bagi suatu jiwa yang berada dalam sakratulmaut, yang sedang menghadapi ajal tanpa sakramen-sakramen kudus, padahal ia sangat merindukannya. Tetapi, sudah sangat terlambat. Ia adalah seorang kerabatku, istri pamanku. Ia adalah jiwa yang berkenan di hati Allah. Pada saat iyu, serasa tidak ada jarak antara aku dan dia.

(208) Oh, pengurbanan-pengurbanan harian yang kecil, bagiku engkau ibarat bunga-bunga kebun yang kutaburkan di kaki Yesus yang tercinta. Kadang-kadang, aku membandingkan barang-barang sepele ini dengan keutamaan-keutamaan yang perkasa, dan ini terjadi karena kodrat mereka memang menuntut ketahanan dan kepahlawanan.

(209) Dalam penderitaanku, aku tidak mencari bantuan pada ciptaan-ciptaan, tetapi Allah adalah segala-galanya bagiku. Meskipun demikian, seringkali aku merasa bahwa Tuhan sendiri pun tidak mendengarkan aku. Aku mempersenjatai diriku dengan kesabaran dan keheningan, seperti seekor merpati yang tidak mengeluh dan tidak bersedih ketika anak-anaknya diambil darinya. Aku ingin terbang tinggi ke sumber panas matahari, dan aku tidak ingin berhenti dalam asapnya. Aku tidak akan menjadi lelah sebab pada-Mulah aku bersandar - hanya Engkau kekuatanku!

(210) Dengan sangat mendesak, aku memohon kepada Tuhan agar Ia sudi menguatkan imanku supaya dalam rutinitasku, hidup harianku tidak akan dituntun oleh perasaan manusia tetapi oleh roh. Oh, betapa segala sesuatu menyeret manusia ke bumi! Tetapi, iman yang hidup merawat jiwa tetap di wilayah yang luhur dan menempatkan cinta diri pada tempat yang tepat; yakni tempat paling rendah.

(211) Sekali lagi, suatu kegelapan yang mengerikan meliputi jiwaku. Aku merasa bahwa aku jatuh menjadi mangsa khayalan-khayalan. Ketika aku pergi mengaku dosa untuk memperoleh secercah terang dan damai, aku sama sekali tidak menemukannya. Bapak pengakuan meninggalkan aku bahkan dengan keragu-raguan yang lebih besar daripada sebelumnya. Ia berkata kepadaku, “Aku tidak dapat memastikan kekuatan apa yang bekerja dalam dirimu, Suster; barangkali itu adalah Allah dan barangkali itu adalah roh jahat.” Ketika aku meninggalkan kamar pengakuan, aku mulai berpikir tentang kata-kata itu. Semakin lama aku memikirkannya, semakin dalam jiwaku tenggelam dalam kegelapan. “Yesus, apa yang harus kulakukan?” Ketika Yesus menghampiri aku dengan ramah, aku ketakutan. “Apakah Engkau sungguh Yesus?” Di satu pihak, aku terserap oleh cinta, di lain pihak, ada rasa takut. Luar biasa siksaan yang menyayatku. Aku tidak dapat melukiskannya!

(212) Ketika aku pergi mengaku dosa lagi, aku mendapatkan jawaban, “Aku tidak mengerti, Suster. Lebih baik Suster tidak datang kepadaku untuk mengaku dosa.” Ya Allah... aku harus bertindak sedemikian keras terhadap diriku sendiri sebelum aku mengatakan sesuatu mengenai kehidupan rohaniku, dan di sini aku mendapatkan jawaban, “Suster, aku tidak memahami engkau!”

(213) Ketika aku meninggalkan kamar pengakuan, siksaan yang luar biasa berat menimpa aku. Aku pergi ke hadapan Sakramen Mahakudus dan berkata, “Yesus, tolonglah aku; Engkau melihat betapa lemahnya aku!” Saat itu, aku mendengar kata-kata ini, “Aku akan memberi kepadamu pertolongan dalam retret menjelang kaul.” Dikuatkan  oleh kata-kata ini, aku mulai melangkah ke depan tanpa minta nasihat seorang pun. Tetapi, aku sedemikian tidak yakin akan diriku sendiri sehingga aku memutuskan untuk mengakhiri keragu-raguan itu sekali untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, aku menatap ke depan dengan gairah istimewa kepada retret menjelang kaul kekal. Tetapi bahkan berhari-hari sebelum retret, aku terus memohon kepada Allah untuk memberikan terang kepada imam yang akan mendengarkan pengakuanku sehingga ia dapat berkata, sekali untuk selama-lamanya, entah ya entah tidak. Dan aku berpikir dalam hati, “Aku akan menjadi tenteram sekali untuk selama-lamanya.” Tetapi, aku terus tertanya-tanya apakah ada orang yang akan rela mendengarkan aku sehubungan dengan semua masalah ini. Dan sekali lagi, aku memutuskan untuk tidak berpikir mengenai semua ini dan untuk percaya penuh pada Tuhan. Kata-kata yang terus mengiang di telingaku adalah “dalam retret.”

(214) Kini, segala sesuatu telah siap. Besok pagi, kami akan berangkat ke Krakow untuk retret. Hari ini, aku masuk ke kapel untuk bersyukur kepada Tuhan atas rahmat tak terbilang yang Ia berikan kepadaku selama lima bulan ini. Hatiku sungguh sangat terharu memikirkan begitu banyak rahmat dan begitu banyak perhatian dari pihak para superior.

(215) “Putri-Ku, tenangkanlah hatimu; Aku akan menanggung sendiri semua masalah ini. Aku akan mengatur segala sesuatu dengan para superior dan dengan bapak pengakuan. Berbicaralah dengan Pastor Andrasz dengan kesedehanaan dan kepercayaan yang sama yang engkau katakan kepada-Ku.”

(216) Hari ini [18 April 1933], kami sudah tiba di Krakow. Begitu menggembirakan, sekali lagi aku berada di tempat di mana aku pertama kali menapakkan kakiku dalam kehidupan spiritual. Muder Pembimbing yang baik tetap tidak berubah, wajahnya selalu berseri dan penuh cinta kepada sesama. Aku masuk ke kapel sejenak dan sukacita memenuhi jiwaku. Dalam sekejap aku mengingat seluruh samudra rahmat yang telah diberikan kepadaku sebagai seorang novis di sini.

(217) Dan hari ini, kami semua berkumpul bersama untuk kunjungan selama satu jam ke novisiat. Muder Pembimbing, Maria Jozefa, memberikan pengarahan singkat kepada kami dan menggariskan acara retret. Ketika ia menyampaikan beberapa kata pengarahan kepada kami, aku melihat di depan mataku semua hal baik yang telah dilakukan Muder yang baik ini kepada kami. Aku merasakan dalam jiwaku rasa terima kasih yang sungguh mendalam terhadapnya. Hatiku sangat sedih memikirkan bahwa hari ini adalah saat terakhir aku berada di novisiat. Kini aku harus berjuang bersama Yesus, menderita bersama Yesus; singkat kata, hidup dan mati bersama Yesus. Muder Pembimbing tidak lagi akan berada di dekatku untuk mengajar aku, memperingatkan aku, atau untuk menasihati, memberikan dorongan atau teguran kepadaku. Aku begitu takut menjadi sendirian. Yesus, lakukanlah sesuatu mengenai hal ini. Aku akan selalu memiliki seorang superior, memang; tetapi sekarang setiap orang harus berjuang sendiri.

Krakow, 21 April 1933. Demi Kemuliaan Allah yang Lebih Besar. Retret Delapan Hari Menjelang Kaul Kekal.

(218) Hari ini, aku memulai retret. Yesus, Guruku, bimbinglah aku menurut kehendak-Mu, murnikanlah cintaku agar pantas bagi-Mu, berbuatlah atas diriku sebagaimana diinginkan oleh Hati-Mu yang maharahim. Yesus, selama hari-hari ini sampai tiba saat kesatuan kita, hanya ada kita berdua. Yesus, jagalah aku agar rohku sungguh terpusat pada-Mu!

(219) Pada petang hari, Tuhan berkata kepadaku, “Putri-Ku, jangan biarkan ada suatu pun yang menakutkan atau membingungkan engkau. Tinggallah sungguh-sungguh dalam damai. Segala sesuatu berada di dalam tangan-Ku. Aku akan membantu engkau memahami segala sesuatu lewat Pastor Andrasz. Bersikaplah seperti seorang anak di hadapannya.”

(220) Sejenak di Hadapan Sakramen Mahakudus.

O Tuhan dan Penciptaku yang kekal, bagaimana aku harus bersyukur kepada-Mu atas rahmat yang besar ini, yakni bahwa Engkau telah berkenan memilih aku yang papa ini menjadi mempelai-Mu dan Engkau menyatukan aku dengan Engkau sendiri dalam ikatan yang kekal? O Harta jiwaku yang terkasih, aku mempersembahkan kepada-Mu seluruh adorasi dan syukur para kudus dan semua paduan suara malaikat, dan aku menyatukan diriku secara istimewa dengan Bunda-Mu. O Maria, Bundaku, dengan rendah hati aku memohon kepada-Mu, selubungilah jiwaku dengan mantol keperawananmu pada saat yang sangat penting dalam hidupku ini, supaya dengan demikian aku boleh lebih diperkenankan oleh hati Putra-Mu dan pantas memuji kerahiman Putra-Mu di hadapan seluruh dunia dan sepanjang kekekalan.

(221) Aku tidak dapat memahami renungan hari ini. Rohku begitu terbenam dalam Allah. Aku tidak dapat memaksa diriku untuk berpikir mengenai apa yang dikatakan oleh imam selama retret [konferensi-konferensi]. Aku sering tidak mampu berpikir mengikuti topik-topik konferensi; rohku bersatu dengan Tuhan, dan itulah meditasiku.

(222) Beberapa patah kata dari konferensiku dengan Muder Pembimbing, Maria Jozefa. Ia menjelaskan banyak hal begiku, dan ia membuat hatiku tenang sehubungan dengan hidup rohaniku, sambil kembali menyakinkan aku bahwa aku berada di jalan yang tepat. Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus atas perkenan yang besar ini karena Muderlah orang pertama dari para superior yang membantu aku menghilangkan setiap keragu-raguan dalam hatiku. Oh, kebaikan Allah sungguh tiada batasnya!

(223) O Hosti yang hidup, satu-satunya kekuatanku, sumber cinta dan kerahiman, rengkuhlah seluruh dunia, kuatkanlah jiwa-jiwa yang letih lesu. Oh, terberkatilah saat dan waktu ketika Yesus meninggalkan Hati-Nya yang maharahim bagi kita!

(224) Menderita tanpa mengeluh, membawa penghiburan kepada orang lain dan membenamkan penderitaan-penderitaanku sendiri dalam Hati Yesus yang mahakudus!

Aku akan menghabiskan  semua waktu luangku di kaki [Tuhan kita dalam] Sakramen Mahakudus. Pada kaki Yesus, aku akan mencari terang, penghiburan, dan kekuatan. Tanpa henti aku akan mengungkapkan rasa syukurku kepada Allah karena kerahiman-Nya yang besar kepadaku; tak pernah aku akan melupakan karunia-karunia yang Ia berikan kepadaku, khususnya rahmat panggilan.

Aku akan menyembunyikan diriku di antara para suster seperti bunga violet yang mungil di tengah-tengah bunga bakung. Aku ingin mekar bagi Tuhan dan Penciptaku, aku ingin melupakan diriku sendiri, menghampakan diriku sepenuhnya demi jiwa-jiwa yang kekal - inilah kesukaanku.

(225) Beberapa Pemikiranku

Mengenai pengakuan dosa, aku akan memilih apa yang paling sulit diakui dan paling merendahkan diriku. Kadang-kadang, sesuatu yang sepele lebih sulit diakui daripada sesuatu yang besar. Dalam setiap pengakuan dosa, aku akan mengingat-ingat Sengsara Yesus untuk membangkitkan penyesalan dalam hatiku. Sejauh mungkin, dalam kaitan dengan rahmat Allah, aku akan selalu mengupayakan sesal sempurna. Aku akan meluangkan lebih banyak waktu untuk penyesalan ini. Sebelum aku mendekati kamar pengakuan, aku akan lebih dulu masuk ke dalam Hati Juru Selamat yang terbuka dan maharahim. Ketika meninggalkan kamar pengakuan, aku akan membangkitkan dalam jiwaku rasa syukur yang mendalam kepada Tritunggal yang Mahakudus atas mukjizat kerahiman yang mengagumkan dan tak terselami yang terjadi di dalam jiwaku. Dan semakin papa jiwaku, semakin kurasakan samudra kerahiman Allah yang melanda aku dan memberiku kekuatan serta kemampuan yang besar.

(226) Peraturan-peraturan [biara] yang paling sering gagal kutaati: kadang-kadang aku melanggar silentium; tidak menaati bunyi bel; kadang-kadang aku mencampuri urusan orang lain. Aku akan berusaha sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri.

Aku akan menghindari para suster yang suka menggosip, dan kalau mereka tidak dapat dihindari, aku akan sekurang-kuranya tetap diam di hadapan mereka, dan dengan demikian membiarkan mereka tahu betapa enggan aku mendengarkan hal-hal seperti itu.
Aku mestinya tidak memperhatikan pendapat manusia, tetapi harus mematuhi bisikan hati nuraniku sendiri dan menjadikan Allah sebagai saksi semua kegiatanku. Dalam segala hal, aku harus bertindak dan melaksanakan segala sesuatu seolah-olah saat kematianku sudah diambang pintu. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatanku aku harus ingat akan Allah.

Aku harus menghindari pengandaian bahwa pasti diberi izin. Aku harus melaporkan [juga] hal-hal kecil kepada para superiorku, dan melakukannya serinci mungkin. Aku harus setia menjalani latihan-latihan rohaniku; aku tidak boleh dengan gampang minta dibebaskan dari latihan-latihan rohani. Aku harus mematuhi silentium di luar waktu rekreasi, dan menghindari lelucon serta kata-kata jenaka yang membuat orang lain tertawa dan melanggar silentium. Aku harus memberikan penghargaan yang tinggi juga kepada peraturan-peraturan yang paling kecil. Aku tidak boleh membiarkan diriku tenggelam dalam kesibukan harian, [tetapi] harus berhenti sejenak untuk memandang ke surga. Aku harus mengurangi percakapan dengan manusia, tetapi memperbanyak percakapan dengan Allah. Aku harus menghindari hubungan yang terlalu akrab. Aku tidak boleh terlalu memperhatikan siapa yang memihak aku dan siapa yang melawan aku. Aku tidak boleh menceritakan kepada orang lain pengalaman-pengalaman batinku. Aku harus menghindari bersuara keras pada saat aku melaksanakan tugas. Aku harus menjaga kedamaian dan ketenangan hati pada saat-saat dirundung derita. Ketika mengalami saat-saat sulit aku harus bernaung di dalam luka-luka Yesus; aku harus mencari penghiburan, kekuatan, terang, dan peneguhan dalam luka-luka Yesus.

(227) Di tengah-tengah pencobaan, aku akan berusaha memandang tangan Allah yang penuh cinta. Tidak ada suatu pun yang akan tetap bertahan selain penderitaan - ia akan selalu setia mendampingi jiwa. O Yesus, aku tidak akan membiarkan seorang pun menandingi aku dalam mencintai Engkau!

(228) O Yesus, yang tersembunyi di dalam Sakramen Mahakudus, Engkau tahu bahwa dengan mengucapkan kaul-kaul kekalku hari ini aku meninggalkan novisiat. Yesus, Engkau tahu betapa rapuh dan kecil aku, dan demikianlah mulai hari ini dan seterus, aku memasuki novisiat-Mu dengan cara yang sangat istimewa. Ya Yesus, aku akan terus menjadi seorang novis, tetapi novis-Mu, dan Engkau akan menjadi Guruku sampai hari terakhir. Setiap hari, aku akan menghadiri kuliah di kaki-Mu. Aku tidak akan melakukan hal yang paling kecil sekalipun dengan prakarsa sendiri, tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan Engkau sebagai Guru-Ku. Yesus, betapa bahagianya aku bahwa Engkau sendiri telah menarik aku dan menerima aku ke dalam novisiat-Mu; yakni ke dalam tabernakel. Dengan mengikrarkan kaul kekalku, aku sama sekali belum menjadi biarawati yang sempurna. Belum, belum! aku masih tetap novis Yesus yang kecil dan rapuh, dan aku harus berusaha mencapai kesempurnaan seperti yang telah kulakukan pada hari-hari pertama novisiat, dan aku akan melakukan semua usaha pada hari pertama ketika pintu biara dibuka untuk menerima aku.

Dengan kepercayaan dan kesederhanaan seorang anak kecil, hari ini aku menyerahkan diriku kepada-Mu, o Tuhan Yesus, Guruku. Aku memberikan kebebasan penuh kepada-Mu untuk mengarahkan jiwaku. Tuntunlah aku meniti jalan yang Kauingini. Aku tidak akan mempermasalahkannya. Aku akan mengikuti Engkau dengan penuh kepercayaan. Hati-Mu yang maharahim dapat melaksanakan segala sesuatu.

Novis Kecil Yesus - Sr. Faustina

(229) Pada awal retret, Yesus berkata kepadaku, “Selama retret ini, Aku sendiri akan membimbing jiwamu, Aku ingin meneguhkan engkau dalam damai dan cinta.” Dan demikianlah beberapa hari pertama telah berlalu. Pada hari keempat, keragu-raguan mulau menggangguku: Tidakkah kedamaianku ini semu? Kemudian aku mendengar suara ini, “Putri-Ku, bayangkan bahwa engkau adalah penguasa seluruh dunia dan memiliki kekuatan untuk mengatur segala sesuatu sekehendakmu. Engkau memiliki kuasa untuk melakukan segala sesuatu yang baik yang engkau inginkan, dan tiba-tiba seorang anak kecil mengetuk pintu kamarmu, begitu gemetar dan bercucuran air mata dan karena percaya akan kebaikanmu, ia minta sepotong roti supaya ia tidak mati kelaparan. Apa yang engkau lakukan untuk anak itu? Jawablah Aku, Putri-Ku!” Dan aku berkata, “Yesus, aku akan memberi anak itu semua yang ia minta bahkan seribu kali lebih banyak” Dan Tuhan berkata kepadaku, “Begitulah Aku memperlakukan jiwamu. Dalam retret ini Aku memberikan kepadamu bukannya damai, tetapi juga keterbukaan hati yang sedemikian rupa yang kalaupun engkau ingin mengalami suatu ketidaknyamanan, engkau tidak dapat melakukannya. Cinta-Ku telah menguasai jiwamu, dan Aku ingin engkau diteguhkan di dalamnya. Dekatkanlah telingamu kepada Hati-Ku, lupakan segala seuatu yang lain, dan renungkanlah kerahiman-Ku yang menakjubkan. Cinta-Ku akan memberimu kekuatan dan keberanian yang engkau butuhkan dalam menghadapi masalah-masalah ini.”

(230) Yesus, Hosti yang hidup, Engkau adalah Bundaku, Engkau adalah segala-galanya bagiku! Dengan kesederhanaan dan cinta, dengan iman dan kepercayaanlah aku akan selalu datang kepada-Mu, o Yesus! Aku akan berbagi segala sesuatu dengan Engkau, seperti seorang anak dengan ibunya yang tercinta, aku akan membagikan segala kesukaan dan kesedihanku - singkat kata: segala sesuatu.

(231) Tidak seorang pun dapat memahami apa yang dirasakan hatiku apabila aku merenungkan kenyataan abhwa lewat kaul-kaulku Allah menyatukan aku dengan diri-Nya. Allah menyadarkan aku, juga sekarang, akan cinta luar biasa yang sudah Ia miliki terhadapku sebelum adanya waktu; dan dari pihakku, aku baru saja mulai mencintai Dia, dalam waktu. Cinta-Nya [selalu] besar, murni, dan tanpa pamrih, dan cintaku terhadap-Nya muncul dari kenyataan bahwa aku baru mulai mengenal Dia. Semakin bernyala-nyala, semakin membara cintaku kepada-Nya, dan  semakin sempurna tindakanku jadinya. Sementara itu, setiap kali aku mengingat bahwa dalam beberapa hari, lewat kaul kekal, aku akan bersatu dengan Tuhan, suatu sukacita yang tak terlukiskan membanjiri jiwaku. Sejak saat pertama aku mulai mengenal Tuhan, tatapan jiwaku tenggelam dalam Dia untuk selama-lamanya. Setiap kali Tuhan mendekatiku, dan semakin mendalam pengetahuanku tentang Dia, semakin sempurnalah cinta yang berkembang di dalam jiwaku.

(232) Sebelum pengakuan dosa, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Putri-Ku, katakan kepadanya segala sesuatu dan singkapkan jiwamu kepadanya seperti yang engkau lakukan kepada-Ku sebelum ini. Jangan takut akan suatu pun. Hanya untuk menjaga engkau dalam damai, Aku menempatkan imam ini di antara jiwamu dan Aku sendiri. Kata-kata yang akan ia ucapkan kepadamu adalah kata-kata-Ku. Ungkapkan kepadanya rahasia-rahasia jiwamu yang terdalam. Aku akan memberi dia terang untuk mengenal jiwamu.”

(233) Ketika aku mendekati kamar pengkauan, aku merasakan kemudahan untuk mengatakan segala sesuatu sedemikian rupa sehingga aku sendiri takjub. Jawaban-jawabannya membuat jiwaku sangat damai. Sungguh, kata-katanya sekarang dan selalu akan menjadi tiang api yang kini menerangi dan akan terus menerangi jiwaku dalam upayanya mengejar kesucian yang paling tinggi. Arahan-arahan yang kuterima dari Pastor Andrasz telah kucatat di halaman lain buku harian ini.

(234) Ketika aku selesai mengaku dosa, rohku terbenam di dalam Allah, dan aku berdoa selama tiga jam, tetapi rasanya hanya beberapa menit. Sejak itu, aku tidak lagi memasang rintangan yang dapat menghalangi rahmat bekerja dalam jiwaku. Yesus tahu mengapa aku takut bersatu mesra dengan Dia, dan Ia sama sekali tidak gusar. Sejak saat imam menyakinkan aku bahwa apa yang telah kualami bukanlah suatu khayalan, tetapi rahmat Allah, aku telah berusaha untuk setia kepada Allah dalam segala sesuatu. Kini, aku dapat melihat ada beberapa imam saja seperti itu yang memahami kedalaman karya Allah di dalam jiwa. Sejak saat itu, sayapku menjadi bebas untuk terbang, dan aku rindu untuk membubung ke api Sang Surya sendiri. Aku akan terus terbang dan tidak akan berhenti sebelum aku beristirahat dalam Dia untuk selama-lamanya. Ketika kita terbang sangat tinggi, semua asap, kabut, dan awan ada di bawah kaki kita, dan seluruh raga sungguh takluk roh.

(235) O Yesus, aku merindukan keselamatan jiwa-jiwa yang kekal. Dalam pengurbananlah hatiku akan menemukan ungkapan yang bebas, dalam pengurbanan yang tidak akan diketahui seorang pun. Aku akan terbakar dalam nyala kudus cinta Allah dan akan hangus tak terlihat. Kehadiran Allah akan membantu pengurbananku menjadi sempurna dan murni.

(236) Oh, betapa menyesatkan semua penampilan lahiriah, dan betapa tidak adillah semua penghakiman. Oh, betapa tidak adillah semua penghakiman. Oh, betapa seringnya keutamaan menderita hanya karena ia tetap tinggal diam. Untuk bersikap tulus terhadap mereka yang tak henti-hentinya menyakiti hati kita dituntut banyak penyangkalan diri. Orang mengeluarkan darah, tetapi tidak ada luka-luka yang kasat mata. O Yesus, baru pada hari terakhirlah banyak hal ini akan diketahui. Betapa menyenangkan - tidak ada usaha kita yang akan sia-sia!

(237) Jam Kudus. Dalam saat adorasi ini, aku melihat jurang kepapaanku; o Tuhan, apa pun yang baik di dalam diriku adalah milik-Mu. Tetapi, karena aku ini sedemikian malang dan kecil, maka aku berhak meminta kerahiman-Mu yang tanpa batas.

(238) Petang hari. O Yesus, besok pagi aku akan mengikrarkan kaul kekalku. Aku telah mengajak surga dan bumi, dan mengundang segala makhluk, untuk bersyukur kepada Allah atas perkenan-Nya yang luar biasa dan tak terselami ketika tiba-tiba aku mendengarkan kata-kata ini, “Putri-Ku, hatimu adalah surga bagi-Ku.” Baru beberapa detik berdoa, aku harus pergi; semua orang dipersilakan keluar sebab setiap tempat - kapel, ruang makan, ruang rekreasi, dan dapur - sedang disiapkan untuk besok pagi, dan kami harus pergi tidur. Tetapi, tidur tak kunjung tiba. Sukacita telah mengusir kantuk sama sekali. Aku berpikir: seperti apakah yang akan terjadi di surga kalau di sini, di pembungan ini, Allah sudah memenuhi jiwaku.

(239) Doa selama misa pada hari kaul kekal. Hari ini aku menempatkan hatiku pada patena di mana Hati-Mu, o Yesus, ditempatkan; hari ini, aku mempersembahkan diriku bersama Engkau kepada Allah, Bapa-Mu dan Bapaku, sebagai kurban cinta dan pujian. Bapak kerahiman, pandanglah kurban hatiku, tetapi lewat luka yang ada dalam Hati Yesus.

1 Mei 1933. Hari Pertama

Kesatuan dengan Yesus pada hari kaul kekal. Yesus, mulai sekarang Hati-Mu adalah milikku dan hatiku seluruhnya adalah milik-Mu. Memikirkan nama-Mu saja, ya Yesus, sudah merupakan kesukaan hatiku. Aku sungguh tidak akan dapat hidup tanpa Engkau, ya Yesus, meski sesaat pun. Hari ini, jiwaku telah lenyap di dalam diri-Mu, satu-satunya hartaku. Cintaku tidak memiliki hambatan dalam memberikan bukti cinta kepada Kekasihnya.

Kata-kata Yesus sewaktu aku mengikrarkan kaul kekal: “Mempelai-Ku, hati kita berpadu untuk selama-lamanya. Ingatlah kepada Siapa engkau mengikrarkankaul...” tidak semuanya dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Permohonanku sewaktu kami telungkup meniarap dengan diselubungi palla (sehelai kain hitam lebar dengan salib putih ditengahnya yang dipakai dalam upacara misa untuk orang yang meninggal dunia). Aku minta kepada Tuhan agar memberi aku rahmat untuk tidak pernah secara sadar dan sengaja melukai Hati-Nya bahkan dalam dosa dan ketidaksempurnaan yang paling kecil sekalipun.

Yesus, aku percaya kepada-Mu! Yesus, aku mencintai Engkau dengan segenap hatiku! Setiap kali menghadapi saat-saat yang amat sulit, Engkaulah Ibuku.

Demi cinta akan Dikau, o Yesus, hari ini aku mematikan diriku sepenuhnya dan mulai hidup demi semakin besarnya kemudliaan nama kudus-Mu.

Cinta, demi cinta akan Dikau, o Tritunggal yang mahakudus, aku mempersembahkan diriku kepada-Mu sebagai suatu kurban pujian, sebagai kurban penyerahan diri secara total. Dan lewat pengurbanan diri ini, aku ingin mengagungkan Nama-Mu, o Tuhan. Aku menempatkan diriku ibarat kuncup mawar pada kaki-Mu, o Tuhan, dan semoga aroma bunga ini hanya tercium oleh Engkau sendiri.

(240) Tiga permohonan pada hari kaul kekalku. Yesus, aku tahu bahwa hari ini Engkau tidak akan menolakku.

Permohonan pertama: Yesus, Mempelaiku yang tercinta, aku mohon kepada-Mu kejayaan Gereja, khususnya di Rusia dan di Sepanyol; aku mohon berkat bagi Bapa Suci, Pius XI, dan semua klerus; aku mohon rahmat pertobatan bagi para pendosa yang tidak mau menyesal. Dan aku mohon kepada-Mu suatu berkat istimewa serta terang, o Yesus, bagi pada imam yang akan mendengarkan pengakuan dosaku sepanjang masa hidupku.

Permohonan kedua: Aku mohon berkat-Mu untuk Kongregasi, semoga ia dipenuhi dengan semangat yang berkobar-kobar. O Yesus, berkatilah Muder Jenderal kami dan Muder Pembimbing kami, semua novis dan semua superior. Berkatilah orang tuaku yang tercinta. Limpahkanlah rahmat-Mu, o Yesus, atas para siswi kami; kuatkanlah mereka dengan rahmat-Mu sedemikian rupa sehingga mereka yang meninggalkan rumah kami tidak lagi akan menggusarkan Engkau dengan dosa apa pun. Yesus, aku mohon berkat-Mu untuk Tanah Airku; lindungilah dia berharap serangan musuh-musuhnya.

Permohonan ketiga: Yesus, aku memohon rahmat-Mu bagi jiwa-jiwa yang paling membutuhkan doa. Aku berdoa bagi orang-orang yang menghadapi ajal; bermurah hatilah kepada mereka. Aku juga memohon kepada-Mu, ya Yesus, untuk membebaskan semua jiwa dari Purgatorium.

Yesus, secara khusus aku menyerahkan kepada-Mu orang-orang ini: para bapak pengakuanku, orang-orang yang meminta doaku, dan orang-orang ini ...: Pastor Andrasz, Pastor Czaputa, dan imam yang kujumpai di Vilnius, yang akan menjadi bapak pengakuan, untuk jiwa..., imam... yang Engkau tahu aku sangat berutang budi padanya, ya Yesus, dan untuk semua orang yang telah diserahkan kepada doaku. Ya Yesus, pada hari ini Engkau dapat melakukan segala sesuatu bagi mereka yang kudoakan. Untuk aku sendiri, aku mohon: Tuhan, ubahlah aku sepenuhnya menjadi milik-Mu, jagalah dalam diriku semangat kudus untuk kemuliaan-Mu, berilah aku rahmat dan kekuatan rohani untuk melakukan kehendak kudus-Mu dalam segala sesuatu.

Syukur kepada-Mu, o Mempelaiku yang tercinta, atas perkenan-Mu kepadaku, dan khususnya atas panji-panji rajawi yang mulai hari ini akan menghiasi aku, dan yang bahkan para malaikat pun tidak memilikinya; yakni: salib, pedang, dan mahkota duri. Tetapi di atas semuanya, o Yesusku, aku bersyukur atas Hati-Mu - itulah yang menggantikan segala sesuatu bagiku.

Bunda Allah, Maria yang amat suci, Bundaku, kini Engkaulah Bundaku yang sangat istimewa sebab Putra-Mu tercinta telah menjadi mempelaiku, dan dengan demikian kami berdua adalah anakmu. Demi Putra-Mu, engkau harus mencintai aku. O Maria, Bundaku tercinta, tuntunlah kehidupan rohaniku sedemikian rupa sehingga akan menyenangkan Putramu.

Allah yang kudus dan mahakuasa, saat ini sungguh penuh rahmat. Saat ini Engkau menyatukan aku dengan diri-Mu sendiri untuk selama-lamanya. Dengan rasa syukur yang luar biasa, aku, kehampaan belaka, menempatkan diriku pada kaki-Mu ibarat bunga yang kecil, yang tidak dikenal siapa pun; setiap hari; aroma bunga cinta ini akan membubung ke takhta-Mu.

Pada waktu menghadapi pergulatan dan penderitaan, kegelapan dan badai, kerinduan dan kesedihan; pada saat-saat pencobaan yang berat, pada saat tak seorang pun akan memahamiku, bahkan pada saat aku akan dihukum dan dilecehkan oleh setiap orang, aku akan mengingat hari kaul kekalku, hari rahmat Allah yang tak terselami.

1 Mei 1933

Keputusan-keputusan Khusus dari Retret

Kasih akan sesama. Pertama: Selalu siap melayani para suster. Kedua: Jangan membicarakan orang-orang yang tidak hadir, dan belalah nama baik sesama. Ketiga: Bersukacitalah atas keberhasilan orang lain.

Ya Allah, betapa aku ingin menjadi seorang anak kecil. Engkau adalah Bapaku, dan Engkau tahu betapa kecil dan lemah aku ini. Maka aku mohon kepada-Mu, buatlah aku selalu dekat di samping-Mu selama hidupku dan khususnya pada saat ajalku. Ya Yesus, aku tahu bahwa kebaikan-Mu melampaui kebaikan ibu yang paling penuh cinta.

(243) Aku akan bersyukur kepada Tuhan Yesus atas setiap penghinaan dan akan berdoa khususnya bagi orang yang telah memberiku kesempatan untuk direndahkan. Aku akan mengurbankan diriku sendiri demi kebaikan jiwa-jiwa. Aku tidak akan memperhitungkan setiap pengurbanan. Aku akan menempatkan diriku di bawah kaki para suster, ibarat suatu karpet yang tidak hanya dapat mereka injak, tetapi juga dapat membersihkan debu kaki mereka. Tempatku adalah di bawah kaki para suster. Tanpa diperhatikan oleh orang-orang lain, aku akan melakukan setiap usaha untuk memperoleh tempat itu. Cukuplah kalau hanya Tuhan yang melihatnya.

(244) Kini, suatu hari yang rutin, yang serba biasa telah dimulai. Saat-saat semarak kaul kekal sudah berlalu, tetapi rahmat agung Allah tetap berada di dalam jiwaku. Aku merasakan diriku sepenuhnya menjadi milik Allah; aku merasakan diriku adalah anak-Nya, aku merasakan diriku sepenuhnya milik Allah. Aku mengalami ini dengan cara yang dapat dirasakan secara indrawi. Aku sepenuhnya tenang mengenai segala sesuatu sebab aku tahu bahwa urusan Mempelaikulah untuk memikirkan aku. Aku telah melupakan diriku sama sekali. Kepercayaanku bertumpu pada Hati-Nya yang maharahim yang tanpa batas. Aku terus-menerus bersatu dengan Dia. Aku merasa seolah-olah Yesus tidak dapat merasa bahagia tanpa aku, dan aku pun tidak dapat merasa bahagia tanpa Dia. Sungguh, aku tahu bahwa Allah karena Dia Allah, sudah berbahagia dalam diri-Nya dan sama sekali tidak membutuhkan suatu ciptaan pun. Meskipun demikian, kebaikan-Nya memaksa Dia untuk memberikan diri-Nya kepada ciptaan, dengan kemurahan hati yang tak dapat dipahami.

(245) Yesusku, kini aku akan berusaha memberikan hormat dan kemuliaan kepada Nama-Mu, dengan berjuang sampai tiba saatnya Engkau sendiri berkata, “Cukup!” Setiap jiwa yang telah Engkau percayakan kepadaku, ya Yesus, akan kubantu dengan doa dan pengurbanan sehingga rahmat-Mu dapat bekerja di dalam mereka. O Yesusku, Pengasih jiwa yang agung, aku bersyukur kepada-Mu atas kepercayaan yang luar biasa ini karena Engkau telah berkenan menmpatkan jiwa-jiwa itu di dalam perlindungan kami. Hai kamu, hari-hari kerja dan hari-hari yang membosankan, bagiku kamu sama sekali tidak membosankan karena setiap saat membawa kepadaku rahmat dan kesempatan baru untuk berbuat baik.

25 April 1933 Izin-izin Bulanan.

(246) Untuk masuk ke kapel setiap kali aku lewat di dekatnya. Untuk berdoa setiap kali aku bebas dari tugas. Untuk menerima, memberi, atau meminjam barang-barang kecil. Untuk memperoleh kudapan pagi dan petang hari. Untuk kadang-kadang tidak ambil bagian dalam rekreasi. Untuk kadang-kadang tidak ambil bagian dalam latihan-latihan komunitas. Untuk kadang-kadang tidak ambil bagian dalam ibadat sore dan ibadat pagi. Untuk kadang-kdang bekerja lebih lama sedikit sesudah pukul sembilan malam atau melakukan latihan-latihan rohaniku sesudah pukul sembilan malam.
Untuk menuliskan sesuatu atau membuat catatan apabila aku mempunyai waktu luang. Untuk menelepon. Untuk pergi keluar rumah. Untuk mengunjungi sebuah gereja apabila berada di kota. Untuk mengunjungi  suster yang sakit. Untuk masuk kamar suster lain kalau ada keperluan. Untuk kadang-kadang minum air di luar waktu yang ditentukan.

Mati Raga Kecil-kecilan

Mendaras Koronka dengan tangan terentang. Setiap hari Sabtu, mendaras satu bagian rosario dengan tangan terentang. Kadang-kadang mendaras suatu doa sambil meniarap. Setiap hari kamis menjalankan ibadat Jam Kudus. Setiap jumat bermati raga lebih berat untuk para pendosa yang menghadapi ajal.

(247) Yesus, Sahabat hati yang kesepian, Engkaulah tempat perlindunganku, Engkaulah damaiku. Engkaulah keselamatanku, Engkaulah kekuatanku di tengah pertempuran dan di tengan samudra keragu-raguan. Engkaulah sinar cemerlang yang menerangi jalan hidupku. Engkaulah adalah segala-galanya bagi jiwa yang kesepian. Engkau memahami jiwa meskipun ia tetap tinggal diam. Engkau mengetahui kelemahan kami, dan ibarat seorang tabib yang baik, Engkau menghibur dan menyembuhkan, meringankan penderitaan kami - sungguh ahli Engkau.

(248) Kata-kata Uskup yang diucapkan pada upacara penerimaan kaul kekal, “Terimalah lilin ini sebagai tanda terang surgawi dan cinta yang menyala-nyala.”

Sementara menyerahkan cincin, Uskup berkata, “Aku mempertunangkan engkau dengan Yesus Kristus, Putra Bapa yang mahatinggi; semoga Ia menjaga engkau tetap tak bercela. Kenakanlah cincin ini sebagai tanda perjanjian abadi yang engkau ikat dengan Kristus, Mempelai para perawan. Semoga bagimu cincin ini menjadi cincin iman dan tanda Roh Kudus sehingga engkau pantas disebut mempelai Kristus dan karena melayani-Nya dengan setia, akan dimahkotai untuk selama-lamanya.”

(249) Yesus, Engkau andalanku; aku percaya akan samudra kerahiman-Mu. Engkau adalah seorang Ibu bagiku.

(250) Tahun ini, 1933, bagiku adalah tahun yang luar biasa semarak sebab dalam Tahun Yubileum Sengsara Tuhan ini, aku mengikrarkan kaul kekal. Secara istimewa, aku telah memadukan pengurbananku dengan pengurbanan Yesus yang tersalib supaya dengan demikian aku lebih berkenan di hati Allah. Aku melaksanakan segala sesuatu bersama Yesus, lewat Yesus, dan dalam Yesus.

(251) Sesudah kaul kekal, aku tinggal di Krakow sepanjang bulan Mei sebab belum diputuskan apakah aku harus pergi ke Rabka atau ke Vilnius. Pernah Muder Jenderal bertanya kepadaku, “Mengapa engkau duduk begitu tenang di sini dan belum siap untuk pergi ke suatu tempat lain, Suster?” Aku menjawab, “Aku mau melakukan kehendak Allah saja; ke mana pun Muder minta aku pergi, aku akan tahu bahwa Allah sungguh menghendaki aku pergi ke sana, tanpa campur tangan sedikit pun dari pihakku.”

Muder Jenderal menjawab sebagai berikut, “Baik sekali!” Hari berikutnya ia memanggilku dan berkata, “Suster, engkau ingin mengikuti kehendak murni Allah; baik sekali; maka engkau harus pergi ke Vilnius.” Aku erterima kasih kepadanya dan menantikan hari kapan aku diberi untuk pergi. Tetapi, jiwaku dipenuhi dengan semacam kegembiraan dan ketakutan, serentak. Aku merasa bahwa Allah sedang mmepersiapkan rahmat yang besar bagiku di sana, tetapi juga penderitaan yang berat. Tetapi, aku masih tinggal di Krakow sampai 27 Mei. Karena aku tidak memiliki tugas yang tetap, aku hanya membantu di kebun. Dan karena kebetulan aku bekerja sendirian selama satu bulan penuh, aku dapat melaksanakan suatu retret dengan metode St. Ignatius. Aku memang selalu datang ke rekreasi komunitas. Tetapi, aku tetap berusaha melaksanakan retret Yesuit. Selama waktu ini, aku memperoleh banyak terang dari Allah.

(252) Inilah hari keempat sesudah kaul kekalku. Aku mencoba melaksanakan suatu Jam Kudus. Hari ini adalah Kamis pertama dalam bulan. Begitu aku masuk ke dalam kapel, kehdairan Allah menyelimuti aku. Aku sungguh sadar bahwa Tuhan berada di dekatku. Sesudah beberapa saat, aku melihat Tuhan, penuh dengan luka; dan Ia berkata kepadaku, “Pandanglah Dia yang sudah menjadi Mempelaimu.” Aku tahu arti kata-kata ini dan aku menjawab kepada Tuhan, “Yesus, aku semakin mencintai Engkau apabila aku melihat Engkau terluka dan tertindih dengan penderitaan seperti ini daripada kalau aku melihat Engkau dalam keagungan-Mu.” Yesus berkata, “Mengapa?” Aku menjawab, “Keagungan membuat aku takut, dan aku yang sama sekali tidak ada artinya, dan luka-luka-Mu menarikku masuk ke dalam Hati-Mu dan menuturkan kepadaku cinta-Mu yang begitu besar kepadaku.” Sesudah percakapan ini terjadilah keheningan. Aku menatap luka-luka-Nya yang kudus dan merasa bahagia menderita bersama-Nya. Aku menderita, tetapi aku tidak menderita sebab aku merasa bahagia mengetahui dalamnya cinta Yesus, dan saat itu terasa hanya seperti satu menit.

(253) Aku tidak pernah boleh menghakimi seorang pun. Aku harus memperlakukan orang lain dengan lemah lembut, tetapi diriku sendiri harus kuperlakukan dengan keras. Aku harus menyerahkan segala sesuatu kepada Allah dan, dalam pandanganku sendiri, aku harus menyadari diriku seperti adanya: melulu kepapaan dan kehampaan. Dalam menghadapi penderitaan, aku harus sabar dan tenang karena sadar bahwa segala sesuatu akan berlalu pada waktunya.

(254) Saat-saat yang kualami ketika aku mengikrarkan kaul kekalku lebih baik dibiarkan tak terucap.

Aku ada di dalam Dia, dan Dia di dalam aku. Pada saat Bapak Uskup mengenakan cincin pada jariku, Allah merasuki diriku sepenuhnya, dan karena aku tidak mampu mengungkapkan indahnya saat itu, aku akan tetap diam mengenai hal itu. Sejak kaul kekal itu, hubunganku dengan Allah telah menjadi lebih mesra daripada sebelumnya. Aku merasa bahwa aku mencintai Allah dan bahwa Ia mencintai aku. Karena sudah pernah mengecap Allah, jiwaku tidak dapat hidup tanpa Dia. Satu jam berada di kaki altar dalam kegersangan roh yang paling besar lebih menyenangkan hatiku daripada seratus tahun kenikmatan duniawi. Aku lebih senang berada di dalam biara sebagai orang yang dipermainkan dan sama sekali tidak dihargai daripada menjadi seorang ratu di dunia.

(255) Aku akan menyembunyikan dari pandangan manusia kebaikan apa pun yang aku lakukan sehingga hanya Allah yang boleh menjadi ganjaraku. Aku ingin menjadi seperti buang violet mungil yang tersembunyi di balik rerumputan; ia tidak melukai kaki orang yang menginjaknya, tetapi selalu menyebarkan kerahuman; dengan melupakan diri sendiri sama sekali, ia berusaha menyenangkan orang yang menghimpitnya di bawah kaki. Bagi kodrat manusiawi, ini memang sangat sulit tetapi rahmat Allah akan datang membawa bantuan.

(256) Syukur kepada-Mu, ya Yesus, atas rahmat besar untuk membuat aku memahami seluruh jurang kepapaanku. Aku tahu bahwa aku adalah jurang kehampaan dan bahwa, kalau rahmat kudus-Mu tidak menopang aku, dalam sekejap aku akan kembali kepada kehampaan. Maka, dengan setiap denyut jantngku, aku bersyukur kepada-Mu, ya Allahku karena kerahiman-Mu yang besar kepadaku.

(257) Besok pagi aku akan berangkat ke Vilnius. Hari ini, aku pergi mengaku dosa kepada Pastor Andrasz, imam yang sedemikian dipenuhi dengan Roh Allah, yang membiarkan sayap-sayapku tetap bebas sehingga aku dapat membubung ke puncak-puncak yang tertinggi. Ia menyakinkan aku dalam segala sesuatu dan menasihati aku supaya percaya akan penyelenggaraan ilahi. “Percayalah dan majulah dengan penuh keberanian.” Sesudah pengakuan dosa itu, suatu kekuatan yang luar biasa, yang ilahi, turun atas diriku. Pastor Andrasz menekankan bahwa aku harus setia kepada rahmat Allah dan berkata, “Tidak ada sesuatu yang akan merugikan kamu kalau, di masa depan, kamu terus menjaga kesederhanaan dan ketaatan yang seperti ini. Percayalah kepada Allah; kamu berada di jalan yang benar dan di tangan-tangan yang baik, di tangan Allah.”

(258) Petang itu, aku tinggal di kapel sedikit lebih lama. Aku bercakap-cakap dengan Tuhan mengenai suatu jiwa. Didorong oleh kebaikan-Nya, aku berkata, “Yesus, Engkau memberikan imam ini kepadaku. Ia memahami bisikan-bisikan yang kuterima, dan sekarang Engkau mengambilnya kembali dariku. Apa yang harus kukerjakan di Vilnius? Aku tidak mengenal seorang pun di sana, dan bahkan logat orang-orang di sana sangat asing bagiku.” Dan Tuhan berkata kepadaku, “Jangan takut; Aku tidak akan meninggalkan engkau sendirian.” Jiwaku tenggelam dalam doa syukur atas segala rahmat yang telah Tuhan berikan kepadaku lewat perantaraan Pastor Andrasz.

Tiba-tiba, aku ingat akan penglihatan di mana aku telah melihat imam itu di antara kamar pengakuan dan altar, sambil menyakinkan bahwa sekali waktu aku akan berjumpa dengan dia. Dan kata-kata yang pernah aku dengar mengiang lagi dengan jelas di telingaku, “Ia akan menolong engkau melaksanakan kehendak-Ku di bumi ini.”

(259) Hari ini, tanggal 27 [Mei 1933], aku berangkat ke Vilnius. Ketika aku keluar dari rumah, aku memandang seluruh kebun dan biara, ketika aku melemparkan pandangan ke novisiat, air mataku tiba-tiba meleleh di pipiku. Aku ingat akan semua berkat dan rahmat yang diberikan Tuhan kepadaku. Kemudian tiba-tiba dan dengan tak terduga, aku melihat Tuhan di sepetak bunga, dan Ia berkata kepadaku, “Jangan menangis; Aku selalu menyertaimu.” Kehadiran Allah, yang meliputi aku seperti dikatakan Yesus, menyertai aku sepanjang perjalanan.

(260) Aku mendapat izin untuk berkunjung ke Czestochowa. Aku melihat [gambar] Bunda Allah untuk pertama kalinya ketika aku menghadiri pembukaan selubung gambar itu pada pukul lima dini hari. Aku berdoa tanpa terputus sampai pukul sebelas, dan aku merasa bahwa aku baru saja tiba. Pimpinan biara di situ menyuruh seorang suster menjemput aku, untuk sarapan dan berkata bahwa Muder sangat cemas, jangan-jangan aku ketinggalan kereta api. Bunda Allah mengatakan banyak hal kepadaku. Aku mempercayakan kaul kekalku kepadanya. Aku merasa bahwa aku adalah anaknya dan bahwa ia adalah Ibuku. Ia tidak menolak satu pun dari permintaanku.

(261) Hari ini aku sudah berada di Vilnius. Biara itu terdiri atas beberapa pondok kecil yang tersebar. Sesudah menyaksikan gedung-gedung besar di Jozefow, suasana Vilnius terasa agak aneh bagiku. Di Vilnius hanya ada delapan belas suster. Rumahnya kecil, tetapi kehidupan komunitas lebih akrab. Semua suster menyambut aku dengan hangat, dan bagiku ini memberikan dorongan yang besar untuk menanggung pergulatan keras yang membentang di depan. Suster Yustina bahkan sudah menggosok lantai untuk menyambut kedatanganku.

(262) Ketika aku menghadiri kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, Yesus menerangi aku tentang bagaimana aku harus bersikap dalam hubungan dengan orang-orang tertentu. Dengan sekuat tenaga, aku berpaut pada Hati Yesus yang amat manis, sambil menyadari betapa banyak aku akan menghadapi gangguan-gangguan lahiriah karena pekerjaan yang akan kulakukan di kebun sehingga aku harus berhubungan erat dengan orang-orang awam.

(263) Pekan untuk pegakuan dosa tiba dan, sungguh menggembirakan, aku melihat imam yang sudah kukenal sebelum aku datang ke Vilnius. Aku telah mengenal dia dalam suatu penglihatan. Pada waktu itu, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Inilah hamba-Ku yang setia; ia akan menolong engkau melaksanakan kehendak-Ku di bumi ini.” Tetapi, aku tidak membuka diriku kepadanya seperti diinginkan Tuhan. Dan untuk beberapa waktu, aku bergulat melawan rahmat. Dalam setiap pengakuan dosa, rahmat Allah merasuki diriku secara sangat istimewa, tetapi aku tidak membuka jiwaku di hadapannya, dan aku bermaksud tidak pergi mengaku dosa kepada imam itu. Sesudah keputusan ini, kecemasan yang mengerikan memasuki jiwaku. Allah menegur aku dengan keras. Ketika aku membuka jiwaku sepenuhnya di hadapan imam ini, Yesus mencurahkan lautan rahmat ke dalamnya. Kini aku tahu apa artinya menjadi setia kepada suatu rahmat khusus. Satu rahmat telah menarik seluruh rangkaian rahmat yang lain.

(264) Ya Yesusku, buatlah aku selalu dekat dengan-Mu! Lihatlah betapa lemah aku ini! Dari diriku sendiri, aku tidak mampu melangkah maju setapak pun; maka Engkau, ya Yesus, harus terus menerus berdiri di sampingku seperti seorang ibu di samping anaknya yang tak berdaya - bahkan lebih dari itu.

(265) Hari-hari kerja, pergulatan, dan penderitaan sudah dimulai. Segala sesuatu berlangsung menurut acara rutin biara. Orang selalu menjadi seorang novis, meskipun telah mempelajari banyak hal dan sudah mengetahui banyak hal meskipun peraturan tetap sama, setiap rumah memiliki kebiasaan-kebiasaanya sendiri; oleh karena itu, setiap perpindahan sedikit banyak adalah suatu novisiat.

5 Agustus 1933. Pesta Maria Bunda Allah Kerahiman.

(266) Hari ini, aku menerima rahmat yang besar dan tak terselami, suatu rahmat yang murni batiniah; atas rahmat ini aku akan bersyukur kepada Allah sepanjang hayatku bahkan sampai ke alam abadi....

(267) Yesus mengatakan kepadaku bahwa Hati-Nya paling senang kalau aku merenungkan sengsara-Nya yang memilukan; berkat renungan seperti itu, cahaya cemerlang menerangi jiwaku. Barangsiapa mau mempelajari kerendahan hati yang sejati hendaklah ia merenungkan sensara Yesus. Ketika aku merenungkan sengsara Yesus, aku memperoleh pemahaman yang jelas mengenai banyak hal yang sebelumnya tidak dapat kupahami. Aku ingin menyerupai Engkau, ya Yesus, yang disalibkan, disiksa dan dihina. Yesus, ukirlah kerendahan Hati-Mu sendiri pada hati dan jiwaku. Yesus, aku mencintai Engkau dengan tergila-gila, Engkau yang terhimpit penderitaan sebagaimana dilukiskan oleh nabi, seolah-olah ia tidak dapat melihat rupa manusia di dalam diri-Mu karena begitu besarnya penderitaan-Mu. Dalam keadaan seperti inilah, ya Yesus, aku mencintai Engkau dengan tergila-gila. Ya Allah yang kekal dan tak terhingga, apakah yang sudah dilakukan oleh cinta terhadap Engkau...?

(268) 11 Oktober 1933 - Kamis - Aku berusaha melaksanakan Jam Kudus, tetapi aku mengalami kesulitan besar untuk memulainya. Suatu kerinduan mulai menyayat hatiku. Pikiranku memudar sehingga aku tidak dapat memahami bentuk-bentuk doa yang paling sederhana sekalipun. Dan demikianlah, doa, atau lebih tepat pergulatan, sudah satu jam lewat. Aku memutuskan untuk berdoa satu jam lagi, tetapi penderitaan batinku semakin meningkat - kegersangan dan keputusasaan semakin berat. Aku memutuskan untuk berdoa satu jam lagi. Pada jam ketiga ini, yang aku putuskan untuk tetap berlutut tanpa alas dan penobang apa pun, tubuhku mulai berontak untuk beristirahat. Tetapi aku sama sekali tidak mengendur. AKu merentangkan tangan dan meskipun tidak mengucapkan sepatah kata pun, aku bertahan dengan kemauan yang kuat. Tidak lama kemudian, aku melepaskan cincin dari jariku dan meminta kepada Yesus untuk memandang cincin itu, yakni tanda kesatuan abadi kami, dan aku mencurahkan kepada Yesus perasaan-perasaan yang memenuhi hatiku pada hari kaul kekal. Tidak alama kemudian, aku merasa diriku diterpa oleh gelombang cinta. Tiba-tiba rohku menjadi damai, indraku menjadi tenang, dan kehadiran Allah memenuhi jiwaku. Aku hanya tahu satu hal ini: inilah Yesus dan aku. Aku melihat Dia persis seperti ketika Ia menampakkan diri kepadaku tidak lama sesudah kaul kekalku ketika aku melaksanakan Jam Kudus seperti ini. Tiba-tiba Yesus berdiri di depanku, dengan jubah terbuka, seluruh tubuh-Nya penuh dengan luka, mata-Nya mengucurkan air mata dan darah, wajah-Nya kotor dan penuh dengan ludah. Kemudian Tuhan berkata kepadaku. “Mempelai perempuan harus menyerupai Mempelai laki-laki.” Aku sungguh-sungguh memahami kata-kata ini. Aku harus menyerupai Yesus dalam penderitaan dan kehinaan. “Perhatikan apa yang sudah dilakukan jiwa-jiwa manusia terhadap-Ku, hai Putri-Ku. Dalam hatimu, Aku menemukan segala sesuatu yang tidak Kutemukan dalam sejumlah besar jiwa yang menolak Aku. Hatimu adalah tempat istirahat-Ku. Aku sering menahan rahmat-rahmat yang besar sampai ke akhir doa.”

(269) Pernah ketika aku menyelesaikan suatu novena kepada Roh Kudus dengan ujud untuk bapak pengakuanku, Tuhan menjawab, “Aku telah memperkenalkan dia kepadamu bahkan sebelum para superiormu mengirim engkau ke sini. Sebagaimana engkau akan bersikap terhadap bapak pengakuanmu, demikian Aku akan bersikap terhadapmu. Kalau engkau menyembunyikan sesuatu dari dia, meskipun itu yang terkecil dari rahmat-rahmat-Ku, Aku juga akan menyembunyikan diri-Ku darimu, dan engkau akan tetap sendirian.” Maka aku mengikuti kemauan Allah, dan suatu damai yang mendalam memenuhi jiwaku. Kini, aku tahu bagaimana Tuhan membela para bapak pengakuan dan bagaimana Ia berpihak pada mereka.

Nasihat dari Pastor Dr. Sopocko.

(270) Tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat berkenan di hati Allah. Laksanakanlah kerendahan hati tingkat ketiga, yakni bukan hanya dengan menahan diri untuk tidak menjelaskan atau membela diri kalau dicela karena sesuatu, tetapi dengan bersukacita karena direndahkan. Kalau hal-hal yang kamu katakan kepadaku sungguh berasal dari Allah, siapkanlah jiwamu untuk menanggung penderitaan yang berat. Kamu akan menghadapi penolakan dan penganiayaan. Mereka akan memandang kamu sebagai seorang yang histeris dan aneh, tetapi Tuhan akan melimpahkan rahmat-Nya atas kamu. Karya-karya Allah yang benar selalu mendapat tantangan dan ditandai dengan penderitaan. Kalau Allah menghendaki sesuatu terjadi, cepat atau lambat Ia akan mewujudkannya biarpun ada banyak kesulitan. Sementara itu, bagianmu adalah mempersenjatai dirimu dengan kesabaran yang besar.

(271) Ketika Pastor Dr. Sopocko pergi ke Tanah Suci, Pastor Dabrowski, SJ menjadi bapak pengakuan komunitas. Dalam suatu pengakuan dosaku, ia bertanya kepadaku apakah aku menyadari tingkat kehidupan [rohani] yang tinggi yang ada dalam jiwaku. Aku menjawab bahwa aku sadar akan hal itu dan tahu apa yang sedang terjadi dalam diriku. Terhadap kata-kataku ini, Pastor Dabrowski menjawab, “Engkau tidak boleh menghancurkan suatu pun yang ada dalam jiwamu, Suster, juga tidak boleh mengubah sesuatu atas kemauan Suster sendiri. Tidak dalam setiap jiwa anugerah indah kehidupan batin yang begitu tinggi tampak jelas seperti dalam diri Suster karena anugerah itu tampak nyata dalam tingkat yang luar biasa. Waspadalah, jangan menyia-nyiakan rahmat Allah yang besar ini; .... yang besar.”

(272) Tetapi sebelumnya, imam ini telah banyak mengujiku. Ketika aku menceritakan kepadanya bahwa Tuhan menghendaki hal-hal ini dariku, ia menertawakan aku dan menyuruh aku datang mengaku dosa pada pukul delapan petang. Ketika aku datang pada pukul delapan, bruder sudah mengunci pintu gereja. Ketika aku mengatakan kepadanya bahwa Pastor telah menyuruh aku datang tepat pada waktu ini dan minta kepadanya untuk memberi tahu Pastor bahwa aku sudah datang, bruder yang baik itu pergi dan memberi tahu dia. Pastor itu mengatakan kepadanya untuk memberitahukan kepadaku bahwa para imam tidak mendengarkan pengakuan dosa pada jam seperti itu. Aku kembali ke rumah dengan tangan hampa dan tidak pergi mengaku dosa kepadanya lagi, tetapi aku melakukan adorasi selama satu jam penuh dan melaksanakan suatu mati raga bagi dia, supaya ia memperoleh terang dari Allah untuk mengenal jiwa-jiwa. Tetapi ketika Pastor Sopocko berangkat, dan ia menggantikannya, aku terpaksa pergi mengaku dosa kepadanya. Tetapi, kalau sebelumnya ia tidak rela mengakui bisikan-bisikan batin itu. Kadang-kadang, Allah membiarkan hal-hal seperti itu terjadi; semoga Ia dimuliakan dalam segala hal. Lagi, diperlukan banyak rahmat untuk tidak menjadi bimbang.

(273) 10 Januari 1934. Retret Tahunan.

Yesusku, sekali lagi sudah dekat waktunya aku akan menyendiri bersama-Mu. Yesus, aku minta kepada-Mu dengan segenap hati, perkenankan aku tahu apa yang tidak menyenangkan Hati-Mu dalam diriku dan juga perkenankan aku tahu apa yang harus kulakukan untuk menjadi lebih berkenan di Hati-Mu. Jangan menolak perkenan ini dariku, tetapi tinggallah bersamaku. Aku tahu bahwa tanpa Engkau, Tuhan, segala usahaku tidak akan banyak artinya. Oh, betapa aku bersukacita akan keagungan-Mu, ya Tuhan! Semakin aku mengenal Engkau, semakin bernyala kerinduanku akan Dikau dan semakin merana aku mendambakan Engkau!

(274)  Yesus memberi aku rahmat untuk mengenal diriku sendiri. Dalam terang ilahi ini aku melihat kesalahanku yang utama, yakni kesombongan yang berbentuk sikap menutup diri dan sikap tidak sederhana dalam hubunganku dengan Muder Superior.

Terang yang kedua berkaitan dengan berbicara. Kadang-kadang aku berbicara terlalu banyak. Suatu hal dapat diungkapkan dalam satu atau dua kata, tetapi aku membuang terlalu banyak waktu untuk itu. Tetapi, Yesus menghendaki aku menggunakan waktu itu untuk mengucapkan sejumlah doa singkat yang mendatangkan indulgensi bagi jiwa-jiwa di Purgatorium. Dan Tuhan berkata bahwa setiap kata akan dipertimbangkan pada hari penghakiman.

Terang ketiga berkaitan dengan peraturan. Aku belum secukupnya menghindari kesempatan-kesempatan yang menjerumuskan kepada pelanggaran peraturan, khususnya peraturan tentang silentium. Aku akan bertindak seolah-olah peraturan itu ditulis persis untuk aku; aku sama sekali tidak mau terpengaruh oleh bagaimana orang lain akan bersikap, asal aku sendiri bertindak selaras dengan keinginan Allah.

Keputusan. Apa pun yang dituntut Yesus dariku mengenai hal-hal lahiriah, aku akan langsung pergi dan menyampaikannya kepada para superiorku. Aku akan berusaha memiliki keterbukaan dan kejujuran seorang anak dalam hubungan dengan superior.

(275) Yesus mencintai jiwa-jiwa yang tersembunyi. Suatu bunga yang tersembunyi itu paling harum. Aku harus berusaha menjadikan lubuk jiwaku suatu tempat istirahat bagi Hati Yesus. Di saat-saat yang sulit dan menyakitkan, ya Penciptaku, aku akan melambungkan bagi-Mu madah kepercayaan karena tak terbataslah dalamnya lubuk kepercayaanku kepada-Mu dan kepada kerahiman-Mu!

(276) Semenjak aku mulai mencintai penderitaan, penderitaan itu tidak lagi merupakan penderitaan bagiku. Penderitaan adalah makanan harian bagi jiwaku.

(277) Aku tidak akan berbicara dengan orang tertentu karena aku tahu bahwa Yesus tidak menyukai hal ini dan bahwa orang itu tidak mendapat manfaat dari pembicaraan itu.

(278) Pada kaki Tuhan. Ya Yesus yang tersembunyi, Kekasih yang kekal, Sumber Kehidupan kami, Insan-gila ilahi, dalam arti bahwa Engkau lupa akan diri-Mu sendiri dan hanya ingat akan kami. Sebelum menciptakan langit dan bumi, Engkau menempatkan kami dalam lubuk Hati-Mu. O Kasih, o Kedalaman perhambaan diri, o Misteri kebahagiaan, mengapa begitu sedikit orang yang mengenal Engkau? Mengapa cinta-Mu tidak dibalas? O Kasih ilahi, mengapa Engkau menyembunyikan keindahan-Mu? O Allah yang tak terbatas dan yang melampaui segala pengertian, semakin aku mengenal Engkau semakin kurang aku memahami Engkau; tetapi karena aku tidak dapat memahami Engkau, lebih baik aku memahami keagungan-Mu. Aku tidak cemburu terhadap api kecemerlangan para Serafim sebab aku memiliki anugerah yang lebih besar yang tersimpan di dalam hatiku. Mereka mengagumi Engkau dengan penuh pesona, tetapi Darah-Mu bercampur dengan darahku. Cinta adalah surga yang sudah diberikan kepada kami di dunia ini. Oh, mengapa Engkau bersembunyi di balik iman? Cinta mengoyakkan selubung. Tidak ada selubung di depan mata jiwaku karena Engkau sendiri telah menarik aku ke dalam rengkuhan cinta tersembunyi yang abadi. Pujian dan kemuliaan bagi-Mu, ya Tritunggal yang Tak Terbagi, Allah Esa, sepanjang segala abad!

(279) Allah memberitahukan kepadaku apa itu cinta sejati dan menerangi aku tentang cara untuk, secara nyata, membuktikannya kepada-Nya. Cinta sejati kepada Allah meliputi melaksanakan kehendak Allah. Untuk menunjukkan cinta kita kepada Allah dalam apa yang kita lakukan, semua kegiatan kita, juga yang terkecil, harus mengalir dari cinta kita akan Allah. Dan Tuhan berkata kepadaku, “Anak-Ku, Hati-Ku paling senang kalau engkau mau menderita. Baik dalam penderitaan fisik maupun penderitaan batinmu, Putri-Ku, jangan mencari simpati dari makhluk. Aku menghendaki aroma penderitaanmu murni dan tak tercemar. Aku menghendaki engkau melepaskan dirimu, tidak hanya dari ciptaan-ciptaan, tetapi juga dari dirimu sendiri. Putri-Ku, Aku ingin merasakan sukacita dalam cinta hatimu, suatu cinta yang murni, perawan, tak bercela, tak bernoda. Semakin engkau mencintai penderitaan, Putri-Ku, akan semakin murni cintamu kepada-Ku.”

(280) Yesus menyuruh aku merayakan Pesta Kerahiman Allah pada Minggu pertama sesudah Paskah lewat renungan batin dan mati raga jasmani. Ini kulakukan dengan mengenakan ikat pinggang selama tiga jam dan berdoa terus menerus bagi orang-orang berdosa serta memohon kerahiman ilahi bagi seluruh dunia. Dan Yesus berkata kepadaku, “Hari ini, mata-Ku menatap rumah ini dengan senang.”

(281) Aku sungguh merasakan bahwa pada saat aku mati, misiku tidak akan berakhir tetapi baru akan mulai. O jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan membuka tirai surga bagimu untuk meyakinkan kamu akan kebaikan Allah sehingga kamu tidak akan lagi terus melukai Hati Yesus yang amat manis dengan ketidakpercayaanmu. Allah adalah Kasih dan Kerahiman.

(282) Sekali waktu Tuhan berkata kepadaku, “Hati-Ku terharu oleh kerahiman yang besar terhadapmu, anak-Ku yang tercinta, ketika Aku menyaksikan engkau tercabik-cabik karena rasa sakit yang engkau derita sambil menyesali dosa-dosamu. Aku menyaksikan cintamu, sedemikian murni dan tulus sehingga Aku memberimu tempat pertama di antara para perawan. Engkau adalah kehormatan dan kemuliaan untuk Sengsara-Ku. Aku melihat setiap sudut jiwamu, dan tidak ada suatu pun yang lolos dari perhatian-Ku. Aku mengangkat orang yang rendah hati bahkan sampai ke takhta-Ku sendiri sebab Aku menghendakinya demikian.”

(283) Allah, Esa dan Tritunggal Kudus, aku ingin mencintai Engkau melebihi setiap jiwa yang pernah mencintai Engkau sebelum ini; dan meskipun aku ini luar biasa papa dan kecil, aku telah melabuhkan jangkar kepercayaanku kuat-kuat dalam lubuk kerahiman-Mu, ya Allahku dan Penciptaku! Kendati besarnya kepapaanku, aku tidak takut akan suatu pun, tetapi berharap untuk melambungkan bagimu madah kemuliaan untuk selama-lamanya. Biarlah tidak satu jiwa pun, bahkan yang paling papa, jatuh menjadi mangsa keragu-raguan; karena selama masih hidup, setiap orang dapat menjadi seorang santo yang besar; demikianlah besarnya kuasa rahmat Allah. Asal saja kita tidak menghalangi kegiatan Allah.

(284) Ya Yesus, kalau saja aku dapat menjadi seperti kabut di hadapan mata-Mu, untuk menyelubungi bumi sehingga Engkau tidak akan melihat kejahatan-kejahatannya yang mengerikan. Yesus, apabila aku memandangi dunia dan sikap acuh tak acuhnya terhadap-Mu, sekali lagi dunia membuat air mata-Mu bercucuran; tetapi kalau aku melihat jiwa seorang biarawati yang dingin, hatiku mengucurkan darah.

(285) 1934. Sekali waktu ketika aku kembali ke kamarku, aku sedemikian letih sehingga aku harus beristirahat sejenak sebelum aku menanggalkan jubahku, dan ketika aku sudah menanggalkan jubahku, salah seorang suster minta kepadaku untuk mengambilkan dia air panas. Meskipun letih, aku cepat-cepat mengenakan jubahku dan mengambilkan dia air yang ia kehendaki meskipun aku harus berjalan sangat jauh dari kamar ke dapur, dan harus melewati jalan berlumpur sedalam pergelangan kaki. Ketika aku masuk kembali ke kamarku, aku melihat sibori dengan Sakramen Mahakudus, dan aku mendengar suara ini, “Ambillah sibori ini dan bawalah ke tabernakel.” Mula-mula aku ragu-ragu, tetapi ketika aku mendekati dan menyentuhnya, aku mendengar suara ini, “Dekatilah setiap suster dengan cinta yang sama seperti engkau mendekati Aku; dan apa pun juga yang engkau lakukan untuk mereka, engkau melakukannya untuk Aku.” Sejenak kemudian, aku sadar bahwa aku sendirian.

(286) Sekali waktu, sesudah suatu adorasi untuk Tanah Air kami, suatu rasa sakit menusuk jiwaku, dan aku mulai berdoa begini, “Yesus yang maharahim, aku mohon kepada-Mu lewat pengantaraan para kudus-Mu, khususnya lewat pengantaraan Bunda-Mu yang tercinta, yang merawat Engkau sejak masa kanak-kanak, berkatilah Tanah Airku. Aku mohon kepada-Mu, ya Yesus, jangan memandang dosa-dosa kami, tetapi pandanglah air mata anak-anak kecil, pandanglah kelaparan dan kedinginan yang mereka derita. Yesus, demi keselamatan orang-orang yang tak bersalah ini, berilah aku rahmat yang aku minta dari-Mu untuk Tanah Airku.” Pada saat itu, aku melihat Tuhan Yesus; mata-Nya berlinang air mata, dan Ia berkata kepadaku, “Engkau melihat, Putri-Ku, betapa besarnya belas kasihan-Ku bagi mereka. Ketahuilah bahwa merekalah yang menopang dunia ini.”

(287) Yesusku, ketika aku memperhatikan kehidupan jiwa-jiwa ini, aku tahu bahwa banyak dari mereka mengabdi Engkau, namun kurang percaya kepada-Mu. Pada waktu-waktu tertentu, khususnya kalau ada kesempatan untuk menunjukkan cinta mereka akan Allah, aku melihat mereka melarikan diri dari medan pertempuran. Dan pernah Yesus berkata kepadaku, “Anak-Ku, apakah engkau juga akan bersikap seperti itu?” Aku menjawab kepada Tuhan, “Oh, tidak, Yesusku, aku tidak akan mundur dari medan pertempuran meskipun keringat ajal mengucur dari keningku; aku tidak akan membiarkan pedang lepas dari tanganku sampai aku beristirahat di kaki Tritunggal yang kudus!” Apa pun juga yang kulakukan, aku tidak bersandar pada kekuatanku sendiri, tetapi pada rahmat Allah. Dengan rahmat Allah, jiwa dapat melewati kesulitan-kesulitan yang amat besar sebagai pemenang.

(288) Sekali peristiwa ketika aku berbicara panjang lebar dengan Yesus mengenai para siswi kami, terdorong oleh kebaikan-Nya, aku bertanya kepada-Nya, “Apakah di antara siswi kami ada seseorang yang menyenangkan Hati-Mu?” Tuhan menjawab [bahwa] ada, “Tetapi cinta mereka sangat rapuh, dan karena itu Aku mempercayakan mereka ke dalam perhatian khususmu - berdoalah bagi mereka.”

Ya Allah yang agung, aku mengagumi kebaikan-Mu! Engkau adalah Tuhan bala surgawi! Meskipun demikian, Engkau merunduk sedemikian rendah kepada ciptaan-ciptaan-Mu yang papa. Oh, betapa berkobar-kobar kerinduanku untuk mencintai Engkau dengan setiap detak jantungku! Seluruh muka bumi tidak cukup bagiku, langit pun terlalu kecil, dan jagat raya tidak ada artinya; hanya Engkaulah yang cukup bagiku, ya Allah yang kekal! Hanya Engkau yang dapat memenuhi lubuk jiwaku.

(289) Saat-saat yang paling membahagiakan bagiku adalah ketika aku sendirian bersama Tuhanku. Dalam saat-saat seperti itu, aku mengalami keagungan Allah dan kepapaanku sendiri.

Pernah, Yesus berkata kepadaku, “Jangan heran kalau engkau kadang-kadang dituduh secara tidak adil. Aku sendiri yang pertama meminum piala penderitaan yang tidak semestinya ini karena cinta-Ku kepadamu.”

(290) Pernah ketika aku sangat terharu karena memikirkan kekekalan dan misteri-misterinya, jiwaku menjadi ketakutan; dan ketika aku merenungkan hal-hal itu sedikit lebih lama, aku mulai terganggu oleh berbagai keragu-raguan. Maka Yesus berkata kepadaku, “Anak-Ku, janganlah takut akan rumah Bapamu. Serahkanlah penyelidikan yang sia-sia ini kepada orang-orang bijak dari dunia ini. Aku ingin melihat engkau selalu sebagai seorang anak kecil. Bertanyalah kepada bapak pengakuanmu tentang segala sesuatu dengan kesederhanaan, dan Aku akan menjawabmu lewat bibirnya.”

(291) Pada suatu kesempatan, aku melihat seseorang hampir saja melakukan suatu dosa berat. Aku mohon kepada Tuhan untuk mengirimkan kepadaku siksaan-siksaan yang paling berat supaya jiwa itu dapat tertolong. Tiba-tiba, aku merasakan rasa sakit yang amat nyeri karena mahkota duri pada kepalaku. Hal itu berlangsung sangat lama, tetapi orang itu tetap tinggal dalam rahmat Tuhan. Ya Yesusku, betapa sangat mudahnya menjadi kudus; yang diperlukan hanyalah sebutir kemauan baik. Kalau Yesus melihat butir kecil kemauan baik ini dalam jiwa, Ia bergegas memberikan diri-Nya kepada jiwa itu, dan tidak ada suatu pun yang dapat menghentikan-Nya, entah kesalahan entah dosa - sama sekali tidak ada apa pun. Yesus siap segera menolong jiwa itu, dan kalau jiwa itu setia kepada rahmat dari Allah ini, ia dapat segera mencapai kesucian tertinggi yang mungkin dicapai oleh ciptaan di bumi ini. Allah itu amat murah hati dan tidak menolak menganugerahkan rahmat-Nya kepada sesiapa pun. Sungguh, Ia memberi lebih banyak daripada yang kita minta dari Dia. Kesetiaan kepada bisikan-bisikan Roh Kudus - itulah jalan paling pendek untuk menjadi suci.

(292) Apabila suatu jiwa mencintai Allah dengan tulus, ia tidak boleh takut akan suatu pun dalam kehidupan rohani. Biarlah ia menundukkan diri sepenuhnya kepada pengaruh rahmat, dan biarlah ia tidak memasang penghalang satu pun dalam menyatukan dirinya dengan Tuhan.

(293) Ketika Yesus menggairahkan aku dengan keindahan-Nya dan menarik aku kepada-Nya, aku melihat dalam jiwaku apa yang tidak menyenangkan Dia dan aku memutuskan untuk menghapusnya, apa pun juga tanggungannya; dan dibantu oleh rahmat Allah, seketika itu juga aku langsung menghapusnya. Kebesaran hati ini menyenangkan Tuhan, dan sejak saat itu Allah mulai memberikan rahmat-rahmat yang lebih tinggi. Dalam kehidupan batinku, aku tidak pernah timbang-menimbang; aku tidak melakukan analisis terhadap jalan-jalan di mana Roh Allah menuntun aku. Cukuplah bagiku untuk mengetahui bahwa aku dicintai dan bahwa aku mencintai. Cinta yang murni memampukan aku untuk mengenal Allah dan memahami banyak misteri. Bapak pengakuanku adalah penentu bagiku. Kata-katanya kudus bagiku - yang kumaksud adalah pembimbingku.

(294) Pernah, Tuhan berkata kepadaku, “Bersikaplah seperti seorang pengemis yang ketika menerima lebih banyak derma [daripada yang ia minta], tidak berkeberatan, tetapi berterima kasih dengan lebih berapi-api. Engkau pun tidak usah berkeberatan dan berkata bahwa engkau tidak pantas menerima rahmat lebih besar ketika Aku memberikannya kepadamu. Aku tahu Engkau tidak pantas, tetapi bersukacitalah selalu dan ambillah harta dari Hati-Ku sebanyak yang dapat engkau bawa karena kemudian engkau akan lebih menyenangkan Hati-Ku. Dan Aku akan menyampaikan kepadamu satu hal lagi: Ambillah rahmat-rahmat ini bukan hanya untuk dirimu sendiri, tetapi juga untuk orang-orang lain; yakni, doronglah jiwa-jiwa yang berhubungan denganmu untuk mengandalkan kerahiman-Ku yang tak terbatas. Oh, betapa Aku mencintai jiwa-jiwa yang mengandalkan Aku sepenuhnya. Aku melakukan segala sesuatu bagi mereka.”

(295) Pada waktu itu Yesus bertanya kepadaku, “Anak-Ku, bagaimana retretmu berlangsung?” Aku menjawab, “Ah, Yesus, Engkau tahu bagaimana retret itu berlangsung.” “Memang, Aku tahu, tetapi Aku ingin mendengarnya dari bibirmu sendiri dan dari batinmu.” “Ya Guruku, karena Engkau menuntun aku, segala sesuatu berjalan dengan mulus, dan aku minta kepada-Mu, Tuhan, jangan pernah meninggalkan aku.” Dan Yesus berkata, “Ya, Aku akan selalu menyertai engkau, kalau engkau selalu bersikap sebagai seorang anak kecil dan tidak takut akan suatu pun. Sebagaimana Aku menjadi awal bagimu di sini, demikian juga Aku akan menjadi tujuan akhirmu. Jangan mengandalkan ciptaan-ciptaan, bahkan dalam hal-hal yang paling kecil sebab hal ini tidak berkenan di Hati-Ku. Aku ingin sendirian di dalam jiwamu. Aku akan memberikan terang dan kekuatan kepada jiwamu, dan engkau akan belajar dari wakil-Ku bahwa Aku ada di dalam dirimu, dan kebimbanganmu akan lenyap seperti kabut diterpa sinar mentari.”

(296) Ya kebaikan yang Tertinggi, aku ingin mencintai Engkau melebihi semua orang di bumi yang pernah mencintai Engkau sebelum aku! Aku ingin menyembah Engkau setiap saat dalam hidupku dan menyatukan kehendakku seerat mungkin dengan kehendak-Mu yang kudus. Hidupku tidak menjemukan atau membosankan, tetapi bervariasi seperti suatu taman bunga yang harum sehingga aku tidak tahu bunga mana yang harus dipetik lebih dulu, bakung penderitaan atau mawar cinta sesama atau violet kerendahan hati. Aku tidak akan menghitung harta yang memenuhi setiap hariku ini. Sungguh suatu karunia besar untuk mengetahui bagaimana menggunakan saat sekarang.

(297) Yesus, Terang yang Mahaluhur, berikanlah kepadaku rahmat untuk mengenal diriku sendiri, tembuslah kegelapan jiwaku dengan terang-Mu, dan penuhilah lubuk jiwaku dengan Engkau sendiri sebab hanya Engkaulah [...]

(298) Ya Yesusku, Kehidupan, Jalan, dan Kebenaran, aku mohon kepada-Mu untuk membuat aku tetap dekat dengan Dikau seperti seorang ibu mendekap seorang bayi ke dadanya karena aku ini tidak hanya seorang anak yang tak terdaya, tetapi seonggok kepapaan dan kehampaan.

(299) Misteri Jiwa. Vilnius 1934.

Pada suatu hari, bapak pengakuan menyuruh aku menanyakan kepada Tuhan Yesus makna dari dua sinar yang ada di dalam gambar. Ketika itu, aku menjawab, “Baik, aku akan menanyakannya kepada Tuhan.”

Dalam doa, aku mendengar suara ini dari dalam diriku: “Kedua sinar itu melambangkan darah dan air. Sinar pucat melambangkan air yang menguduskan jiwa-jiwa. Sinar merah melambangkan darah yang memberikan kehidupan kepada jiwa-jiwa.”

“Kedua sinar itu memancar dari lubuk kerahiman-Ku ketika Hati-Ku yang berada dalam sakratulmaut di salib dibuka dengan tombak. Sinar-sinar itu melindungi jiwa-jiwa terhadap murka Bapa-Ku.”

“Berbahagialah orang yang bernaung dalam kedua sinar ini karena tangan Allah yang adil tidak akan menyentuhnya! Aku ingin supaya hari Minggu pertama sesudah Paskah menjadi Pesta Kerahiman.”

(300) “Mintalah kepada abdi-Ku yang setia supaya pada hari ini, ia memaklumkan kerahiman-Ku yang besar ke seluruh dunia. Barangsiapa, pada hari ini, menghampiri Sumber Kehidupan ini, ia akan menerima pengampunan penuh atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari hukuman.”

“Umat manusia tidak akan menikmati damai sebelum berpaling dengan penuh kepercayaan kepada kerahiman-Ku.”

“O, betapa Hati-Ku terluka karena adanya jiwa yang tidak percaya. Jiwa seperti itu mengakui bahwa Aku ini kudus dan adil, tetapi tidak percaya bahwa Aku adalah Sang Kerahiman. Ia tidak percaya akan kebaikan-Ku. Roh-roh jahat pun memuji keadilan-Ku tetapi tidak percaya akan kebaikan-Ku.”


“Hati-Ku bersukacita karena dijuluki Sang Kerahiman.”

No comments:

Post a Comment

MARI MEMBACA BUKU HARIAN SANTA FAUSTINA (BHSF)

 Shalom...