Monday, February 27, 2023

BHSF 522 - 550 ( Jilid 2 )

 


(522) Kerahiman Tuhan akan kunyanyikan selama-lamanya, di hadapan segala bangsa aku akan menyanyikannya, sebab inilah sifat Allah yang paling tinggi, dan suatu mukjizat tanpa henti bagi kita. Engkau memancar dari Tritunggal ilahi, dari rahim tunggal yang penuh kasih. Kerahiman Tuhan akan dinyatakan di dalam jiwa dengan segala kepenuhannya, ketika selubung disingkapkan. Dari sumber kerahiman-Mu, ya Tuhan, mengalir segala kebahagiaan dan hidup. Karena itu, hendaknya segala makhluk dan seluruh ciptaan larut dalam nyanyian kerahiman. Lubuk kerahiman Allah dibuka bagi kita lewat kehidupan Yesus, yang terentang di salib. Hai pendosa, jangan ragu atau putus asa, berharaplah akan kerahiman sebab engkau pun dapat menjadi kudus. Dua arus dalam wujud sinar telah memancar dari Hati Yesus, bukan untuk para malaikat, Kerubim, atau Serafim, tetapi untuk keselamatan manusia berdosa.

(523) O kehendak Allah, jadilah kecintaanku. Yesusku, Engkau tahu bahwa dari diriku sendiri aku tidak akan menulis satu huruf pun, dan kalau aku menulis, itu hanya karena perintah yang jelas dari ketaatan suci.

Allah dan Jiwa-jiwa.

(524) Ya Yesus, Allah yang tersembunyi, Hatiku melihat Engkau meskipun selubung menyembunyikan Engkau; Engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu.
Vilnius, 24 November 1935. Terpujilah Allah!

(525) O Tritunggal yang kudus, dalam Dikau terkandung kehidupan batin Allah: Bapa, Putra, dan Roh Kudus; Engkau sukacita yang kekal, lubuk kasih yang tak terselami, yang mengalir atas segala makhluk dan membahagiakan mereka. Hormat dan kemuliaan bagi nama-Mu selama-lamanya. Amin.

            Ketika aku merenungkan keagungan dan keindahan-Mu, ya Allahku, aku bersukacita luar biasa bahwa Tuhan yang aku sembah begitu agung. Dengan kasih dan sukacita, aku melaksanakan kehendak-Nya, dan semakin dalam aku mengenal Dia, semakin besar keinginanku untuk mengasihi-Nya. Semakin hari hatiku semakin dikobarkan oleh keinginan untuk mengasihi-Nya.

(526) Tanggal 14. Kamis ini, ketika kami melakukan adorasi malam, mula-mula aku tidak dapat berdoa; sejenis kegersangan melanda hatiku. Aku tidak dapat bermeditasi mengenai sengsara Yesus yang pedih. Maka aku meniarap dan menyerahkan sengsara Tuhan Yesus yang amat pedih itu kepada Bapa surgawi sebagai pendamaian untuk dosa seluruh dunia. Sesudah doa ini, ketika aku berdiri dan berjalan ke tempat berlutut, tiba-tiba aku melihat Yesus di samping tempat aku berlutut. Tuhan Yesus menampakkan diri seperti baru saja didera. Dengan tangan-Nya, Yesus memegang pakaian putih; dengan itu, Ia mendandani aku. Sebuah tali Ia lilitkan pada pinggangku, dan kemudian Ia mengenakan padaku mantol merah seperti yang pernah Ia kenakan dalam sengsara-Nya; Ia memasang pada kepalaku sebuah kerudung dengan warna yang sama, dan Ia berkata kepadaku, “Beginilah engkau dan teman-temanmu akan didandani. Hidup-Ku sejak lahir sampai mati di salib akan menjadi model bagimu. Tataplah Aku dan hiduplah menurut apa yang engkau lihat. Aku ingin agar engkau membenamkan diri lebih dalam di dalam Roh-Ku dan memahami bahwa Aku lemah lembut dan rendah hati.”

(527) Pada suatu kesempatan, aku merasakan suatu dorongan untuk mulai bertindak dan mewujudkan apa saja yang diminta Allah dariku. Aku masuk ke kapel sejenak dan mendengar suatu suara di dalam jiwaku yang berkata, “Mengapa engkau takut? Apakah engkau pikir Aku tidak memiliki kemahakuasaan yang cukup untuk menopangmu?” Pada saat itu, jiwaku merasakan kekuatan yang luar biasa, dan segala penderitaan yang dapat menimpa aku dalam melaksanakan kehendak Allah tampak bukan apa-apa bagiku.

(528) Pada hari Jumat, dalam misa, ketika jiwaku dibanjiri dengan kebahagiaan Allah, aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Melalui Hati Yesus yang ilahi-insani, kerahiman-Ku telah memancar ke dalam jiwa-jiwa seperti sinar matahari menembus kristal.” Dalam hatiku, aku merasakan dan memahami bahwa setiap pendekatan kepada Allah telah terlaksana oleh Yesus, dalam Yesus, dan lewat Yesus.

(529) Pada petang hari terakhir dari novena di Ostra Brama, sesudah litani dilagukan, salah seorang imam mentakhtakan Sakramen Mahakudus dalam monstrans. Ketika ia memajangnya di altar, tiba-tiba aku melihat Bayi Yesus; Ia mengulurkan tangan-Nya, mula-mula ke arah ibu-Nya, yang pada waktu itu menampakkan diri secara nyata. Ketika Bunda Allah berbicara kepadaku, Yesus mengulurkan tangan-Nya yang mungil ke arah umat yang terhimpun. Bunda kudus menyuruh aku menerima semua yang diminta Allah dariku seperti seorang anak kecil, tanpa mempertanyakannya; kalau tidak, Allah akan merasa kecewa. Pada saat itu, Bayi Yesus menghilang, dan Bunda Allah pun kembali menghilang, dan gambarnya menjadi sama seperti sebelumnya. Tetapi jiwaku dipenuhi dengan sukacita dan kegembiraan yang besar, dan aku berkata kepada Tuhan, “Berbuatlah padaku seperti yang berkenan di hati-Mu; aku siap untuk segala sesuatu, tetapi Engkau, ya Tuhan, janganlah meninggalkan aku sedetik pun.”

(530) Bagi Kemuliaan Tritunggal yang Kudus.

Aku mohon kepada Muder Superior agar mengizinkan aku melaksanakan puasa empat puluh hari, dengan hanya makan sepotong roti dan minum satu gelas air dalam sehari. Tetapi, mengikuti nasihat bapak pengakuanku, Muder Superior tidak memberi izin empat puluh hari, tetapi hanya tujuh hari. “Aku tidak dapat membebaskan engkau sama sekali dari tugas-tugasmu, Suster, demi suster-suster lain yang barangkali akan memperhatikan sesuatu. Aku memberimu izin untuk membaktikan dirimu dalam doa dan membuat sejumlah catatan mengenai hal ini, tetapi sangat sulit bagiku untuk melindungi engkau dalam kaitan dengan puasa. Sungguh, aku tidak tidak dapat memikirkan keputusan lain kecuali ini.” Lalu, ia berkata, “Sekarang pergilah, Suster, dan barangkali suatu terang akan diberikan kepadaku.” Pada minggu pagi, Muder Superior menugaskan aku sebagai penjaga pintu selama jam makan. Ketika itu, aku menjadi paham bahwa ia memberi tugas itu dengan pertimbangan untuk memberi aku kesempatan berpuasa. Pada pagi hari, aku tidak pergi sarapan, tetapi tidak lama sesudah waktu sarapan, aku pergi kepada Muder Superior dan bertanya kepadanya apakah aku ditugaskan menjadi penjaga pintu dalam rangka membuat puasaku tidak diperhatikan orang. Muder menjawab, “Ketika aku menugaskan engkau, Suster, itulah yang ada dalam pikiranku. Maka aku melihat bahwa gagasan itu sama dengan gagasan yang ada dalam batinku.”

(531) 24 November 1935. Minggu, hari pertama. Sekali waktu, aku pergi menghadap Sakramen Mahakudus dan mempersembahkan diriku bersama Yesus, yang hadir dalam Sakramen Mahakudus, kepada Bapa yang kekal. Kemudian aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Engkau dan rekan-rekan sustermu hendaknya menyatukan diri dengan-Ku seerat mungkin; lewat kasih, engkau akan mendamaikan bumi dan surga, engkau akan meredakan murka Allah yang adil, dan akan memohon kerahiman bagi dunia. Aku menempatkan dalam rawatanmu dua permata yang sangat berharga bagi Hati-Ku: yakni jiwa para imama dan jiwa para biarawan/wati. Hendaknya engkau berdoa secara istimewa bagi mereka; mereka akan menjadi kuat kalau engkau merendahkan diri. Engkau akan memadukan doa, puasa, mati raga, kerja keras, dan semua penderitaanmu dengan doa, puasa, mati raga, kerja keras, dan penderitaan-Ku, dan karena itu mereka akan memiliki kekuatan di hadapan Bapa-Ku.”

(532) Sesudah komuni kudus, aku melihat Tuhan Yesus, yang menyampaikan kata-kata ini kepadaku, “Hari ini, benamkan dirimu dalam roh kemiskinan-Ku dan aturlah segala sesuatu sehinga sedemikian rupa sehingga orang yang paling miskin pun tidak akan memiliki alasan untuk cemburu terhadapmu. Aku menemukan kenikmatan bukan dalam gedung-gedung yang besar dan patung-patung yang megah, tetapi dalam hati yang murni dan rendah.”

(533) Ketika aku sendirian, aku mulai merenungkan semangat kemiskinan. Aku melihat dengan jelas bahwa Yesus, meskipun Ia itu Tuhan segala sesuatu, tidak memiliki apa-apa. Berawal dari palungan pinjaman, Ia mniti hidup-Nya sambil berbuat baik kepada semua orang, tetapi Ia sendiri tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Dan di kayu salib, aku melihat puncak kemiskinan-Nya karena Ia bahkan tidak mempunyai pakaian untuk Ia kenakan. Oh Yesus, lewat kaul kemiskinan, aku ingin menjadi seperti Engkau; kemiskinan akan menjadi ibuku. Secara lahiriah, kita hendaknya tidak memiliki apa-apa untuk diperlakukan sebagai milik kita sendiri; demikian pula secara batiniah, kita harus tidak menginginkan apa-apa. Dan dalam Sakramen Mahakudus, betapa besarnya kemiskinan-Mu! Adakah suatu jiwa yang ditinggalkan seperti Engkau di salib, oh Yesus?

(534) Kemurnian. Tidak perlu dijelaskan bahwa kaul ini melarang segala sesuatu yang dilarang oleh perintah keenam dan kesembilan: perbuatan, pikiran, perkataan, perasaan. ... Aku memahami bahwa kaul meriah berbeda dari kaul biasa; aku memahami ini dengan segala implikasinya. Sementara merenungkan kaul kemurnian, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Engkau adalah mempelai-Ku untuk selama-lamanya; kemurnianmu hendaknya melebihi kemurnian para malikat karena tidak satu malikat pun Aku panggil untuk menjalin kemesraan seperti yang Aku jalin denganmu. Tindakan yang paling kecil pun dari mempelai-Ku memiliki makna yang tiada tara. Jiwa yang murni memiliki kekuatan yang tak terperikan di hadapan Allah.”

(535) Ketaatan. “Aku telah datang untuk melaksanakan kehendak Bapa-Ku. Aku taat kepada orang tua-Ku, Aku taat kepada algojo-algojo-Ku, dan sekarang Aku taat kepada para imam.” Ya, Yesus, aku memahami semangat ketaatan dan apa yang terkandung di dalamnya. Ketaatan mencakup tidak hanya kinerja lahiriah, tetapi juga akal budi, kehendak, dan keputusan. Dengan taat kepada para superior, aku taat kepada Allah. Tidak ada bedanya, apakah itu malaikat atau manusia yang, bertindak atas nama Allah, memberikan perintah-perintah kepadaku; aku harus selalu taat. Aku tidak akan menulis banyak mengenai kaul-kaul ini; semuanya jelas dan dirumuskan secara konkret. Lebih baik aku menuliskan sejumlah pemikiran umum mengenai Kongregasi itu.

Ringkasan Umum.

(536)  Tidak pernah akan ada rumah megah satu pun; yang ada hanyalah sebuah gereja kecil dengan suatu komunitas kecil yang terdiri atas sejumlah jiwa, tidak lebih dari sepuluh, ditambah dua suster luar yang mengurus hal-hal lahiriah yang diperlukan oleh komunitas dan gereja. Kedua suster ini tidak akan mengenakan pakaian biarawati, tetapi pakaian sekular; mereka akan mengikrarkan kaul sederhana, dan mereka akan tergantung sepenuhnya pada superior yang akan tinggal di dalam klausura. Mereka akan ambil bagian dalam semua harta rohani Kongregasi. Mereka tidak pernah boleh lebih dari dua dan, lebih baik, hanya satu. Setiap rumah akan independen dari rumah-rumah yang lain meskipun mereka akan disatukan secara erat oleh peraturan Kongregasi, kaul, dan semangat. Tetapi, dalam kasus-kasus khusus, seorang suster dari komunitas yang satu boleh dipindahkan ke komunitas yang lain dan dalam kaitan dengan pendirian komunitas baru, dapat juga sejumlah suster dipindahkan  dari rumah lain, kalau memang perlu. Setiap rumah akan bergantung pada pimpinan Gereja setempat.

(537) Setiap suster akan memiliki satu kamar yang terpisah. Kehidupan akan dilaksanakan bersama sejauh menyangkut doa, makan, dan rekreasi. Setiap biarawati, sesudah kaulnya, tidak akan lagi melihat dunia meskipun hanya lewat teralis karena jendela ruang tamu akan ditutup dengan kain hitam, bahkan percakapan pun akan dibatasi secara ketat. Ia akan menjadi seolah-olah mati, tidak dikenal oleh dunia dan tidak mengenal dunia. Ia harus berdiri di antara langit dan bumi, sambil terus menerus memohon kepada Allah untuk memberikan kerahiman kepada dunia; mereka juga harus memohon agar para imam dikuatkan sehingga kata-kata mereka tidak hampa dan dalam martabatnya yang luar biasa serta penuh dengan bahaya, mereka tetap dapat menjaga diri tanpa noda sama sekali. Memang jiwa-jiwa ini tidak akan banyak jumlahnya, tetapi mereka akan menjadi jiwa-jiwa yang perkasa. Di sini, tidak akan ada ruang untuk jiwa-jiwa yang pengecut atau manja.

(538) Tidak akan ada perbedaan antar para suster, tidak ada muder, tidak ada yang terhormat tidak ada yang mulia, tetapi semua akan setara meskipun barangkali ada perbedaan besar dalam asal usul. Kita tahu siapa Yesus; kita tahu juga betapa Ia merendahkan diri dan dengan siapa Ia bergaul. Pakaian para suster seperti pakaian yang dikenakan Yesus selama sengsara-Nya. Namun, bukan jubah sederhana saja yang mereka kenakan, melainkan mereka juga harus menandai diri dengan tanda yang disandang Yesus, yakni penderitaan dan cemooh. Setiap suster harus berusaha sungguh-sungguh menyangkal diri sendiri dan mencintai kerendahan hati; dan orang yang paling unggul dalam keutamaan terakhir ini akan menjadi orang yang mampu memimpin suster-suster yang lain.

(539) Allah telah membuat kita ambil bagian dalam kerahiman-Nya, bahkan lebih dari itu, yakni kita boleh menyalurkan kerahiman itu. Maka dari itu, kita hendaknya memiliki kasih yang besar terhadap setiap jiwa, mulai dengan jiwa-jiwa yang terpilih dan sampai pada jiwa-jiwa yang belum mengenal Allah. Dengan doa dan mati raga, kita harus menemukan jalan ke negara-negara yang paling terbelakang, dan memuluskan jalan bagi para misionaris. Kita harus selalu ingat bahwa seorang serdadu yang ada di garis depan tidak dapat bertahan lama tanpa dukungan dari kekuatan-kekuatan di garis belakang yang tidak secara nyata ambil bagian dalam pertempuran tetapi menyediakan semua yang ia butuhkan; seperti itulah peran dari doa, dan karena itu setiap orang dari kita unggul dalam semangat kerasulan.

(540) Pada suatu petang, ketika sedang menulis, aku mendengar suatu suara di kamarku, “Jangan meninggalkan Kongregasi ini; kasihanilah dirimu sendiri sebab penderitaan-penderitaan yang amat besar membentang di hadapanmu.” Ketika aku menoleh ke arah datangnya suara, aku tidak melihat apa-apa dan aku teruskan menulis. Tiba-tiba aku mendengar suatu kegaduhan dan kata-kata seperti ini, “Kalau engkau meninggalkan Kongregasi ini, kami akan menghancurkan engkau. Jangan menyiksa kami.” Aku memandang sekeliling dan aku melihat banyak monster buruk. Maka, dalam hati, aku membuat tanda salib dan seketika itu juga mereka menghilang. Betapa sangat buruk rupa setan itu! Sungguh celakalah jiwa-jiwa yang terpaksa berteman dengannya! Penampilannya saja sudah lebih menjijikkan daripada seluruh siksaan neraka.

(541) Masa postulat. Syarat usia untuk penerimaan: setiap orang yang  berusia antara lima belas dan tiga puluh tahun dapat diterima. Pertama-tama, harus dipertimbangkan semangat yang memenuhi hati si calon dan sifat-sifatnya, apakah ia memiliki kehendak yang kuat dan keberanian untuk mengikuti jejak kaki Yesus dengan sukacita dan kegembiraan sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan penuh sukacita. Ia harus mempu menyangkal dunia dan dirinya sendiri. Tidak adanya mahar tidak pernah boleh menghalangi penerimaan. Semua formalitas yang berkaitan dengan calon harus jelas; jangan membiarkan kasus-kasus yang berbelit-belit.

            Orang yang melankolis, yang gampang bersedih, yang mengidap penyakit menular, yang sifatnya tidak stabil, dan yang gampang curiga terhadap orang lain tidaklah cocok untuk kehidupan membiara dan harus ditolak. Para anggota hendaknya dipilih dengan amat cermat karena satu anggota yang tidak cocok sudah cukup untuk menghempaskan seluruh biara ke dalam kekacauan.

(543) Lamanya masa postulat. Masa postulat akan berlangsung satu tahun. Dalam masa ini, calon hendaknya memeriksa apakah ia tertarik dengan cara hidup ini dan apakah cara hidup icocok untuk dia. Pembimbing pun hendaknya dengan cermat mempertimbangkan cocok tidaknya seorang calon dengan gaya hidup ini. Sesudah satu tahun, kalau postulan menunjukkan bukti kemauan yang teguh dan keinginan yang tulus untuk mengabdi Allah, ia hendaknya diterima masuk novisiat.

(544) Novisiat berlangsung selama satu tahun, tanpa disela sedikit pun. Pada masa ini, novis hendaknya diajar mengenai keutamaan-keutamaan yang berkaitan dengan kaul dan mengenai makna kaul. Pembimbing hendaknya berusaha sebaik-baiknya memberikan pembinaan yang kokoh. Hendaknya ia melatih para novis mengamalkan kerendahan hati sebab hanya hati yang rendah dapat mempertahankan kaul dengan mudah dan mengalami sukacita besar yang dicurahkan Allah ke atas jiwa yang setia.

            Para novis hendaknya tidak dibebani dengan tugas-tugas yang menuntut tanggung jawab besar sehingga mereka dapat dengan bebas membaktikan diri untuk kesempurnaan diri mereka. Para postulan pun harus mematuhi peraturan dan statuta dengan ketat.

(545) Sesudah satu tahun novisiat, kalau si novis terbukti setia, ia dapat diizinkan untuk mengikrarkan kaul untuk satu tahun. Kaul ini harus diulang untuk tiga tahun. Kemudian, ia dapat diberi tugas-tugas dengan tanggung jawab besar. Tetapi, ia masih termasuk dalam novisiat; sekali sepekan ia harus menghadiri konferensi bersama para novis, dan ia akan menjalani masa enam bulan terakhir sepenuhnya di novisiat untuk mempersiapkan baik-baik kaul meriahnya.

(546) Makan. Kita tidak akan makan daging. Makanan kita hendaknya sedemikian sederhana sehingga bahkan orang miskin pun tidak memiliki alasan untuk cemburu terhadap kita. Namun, hari-hari pesta boleh sedikit berbeda dari hari-hari biasa. Para suster akan makan tiga kali sehari. Puasa, khususnya dua puasa utama, akan dipatuhi secara ketat, sesuai dengan semangat awal Kongregasi. Makanan hendaknya sama untuk semua suster tanpa kekecualian sehingga kehidupan bersama dapat dijaga tetap murni. Ini tidak hanya berkaitan dengan makanan tetapi juga pakaian dan perlengkapan kamar. Tetapi, kalau seorang suster jatuh sakit, ia hendaknya diperlakukan dengan semestinya.

(547) Doa. Kegiatan doa meliputi: satu jam meditasi, misa kudus dengan komuni kudus, doa, dua kali pemeriksaan batin, ibadat harian (ofisi), rosario, bacaan rohani, satu jam doa pada malam hari. Mengenai acara harian, sebaiknya ditentukan sesudah kita mulai menjalani cara hidup ini.

(548) Tiba-tiba, aku mendengar kata-kata ini di dalam jiwaku, “Putri-Ku, Aku menjamin adanya pemasukan tetap untuk menopang hidupmu. Tugasmu adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada kebaikan-Ku, dan tugas-Ku adalah memberikan semua yang engkau butuhkan. Aku akan membuat diri-Ku terikat pada harapanmu: kalau harapanmu besar, maka kemurahan hati-Ku akan tanpa batas.”

(549) Pekerjaan. Sebagai orang-orang miskin, para suster akan mengerjakan sendiri semua pekerjaan di dalam biara. Setiap suster hendaknya senang kalau diberi beberapa pekerjaan yang merendahkan atau yang bertentangan dengan kodratnya karena semua itu akan sangat membantu pembinaan batinnya. Superior akan sering mengubah tugas para suster, dan dengan cara ini membantu mereka untuk melepaskan diri sama sekali dari hal-hal kecil sebab pada hal-hal itu para perempuan biasa memiliki keterikatan yang besar. Sungguh, aku sering geli menyaksikan dengan mataku sendiri jiwa-jiwa yang telah meninggalkan hal-hal yang sungguh besar namun melekatkan diri pada hal-hal kecil yang tidak bererti, yakni hal-hal yang tampak sepele. Setiap suster, termasuk juga superior, akan bekerja di dapur selama satu bulan. Setiap orang hendaknya mendapat giliran pada setiap pekerjaan yang harus dilakukan di dalam biara. Kapan saja dan dalam hal apa saja, maksud mereka hendaknya murni karena setiap jenis motif yang tidak murni tidak menyenangkan Allah.

(550) Mereka harus mengakui kesalahan atas segala pelanggaran eksternal, dan minta hukuman kepada superior. Mereka hendaknya melakukan hal ini dalam semangat kerendahan hati. Mereka hendaknya saling mengasihi dengan kasih yang luhur, dengan kasih yang murni, sambil menyimak wajah Allah dalam diri setiap suster. Kasih hendaknya menjadi ciri khas dari Kongregasi kecil ini; karena itu, mereka tidak boleh menutup hati mereka, tetapi harus terbuka bagi seluruh dunia, sambil memohon kerahiman bagi setiap jiwa lewat doa, sesuai dengan panggilan mereka. Kalau kita hidup dalam semangat kerahiman, kita sendiri akan memperoleh kerahiman.

No comments:

Post a Comment

MARI MEMBACA BUKU HARIAN SANTA FAUSTINA (BHSF)

 Shalom...